Dalam hidup ini, kita tak selalu punya panggung.
Tapi kita selalu punya kata.
Di tengah riuhnya dunia digital --- tempat semua orang bicara, saling beradu, dan berebut perhatian --- saya justru memilih duduk di tepi.
Saya tidak menulis untuk viral.
Saya menulis karena ini cara saya hadir. Cara saya ikut melayani, meski dari balik layar.
Sejak beberapa tahun terakhir, saya belajar bahwa kata bisa menjadi bentuk paling halus dari pengabdian.
Ia tidak menuntut balasan. Ia hanya berharap didengar. Atau paling tidak, dipahami oleh yang sempat singgah.
Lewat kata, saya membingkai ulang luka.
Lewat kata, saya merangkul yang sunyi.
Lewat kata, saya mencatat hal-hal kecil agar tidak lenyap dari ingatan dunia.
Maka saya membangun sebuah ruang.