Mohon tunggu...
alimah alda fuadiyah
alimah alda fuadiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Digital Business Student

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Toko Kopi Tuku : Cerita Tentang Kopi, Ruang dan Rasa Bertetangga

4 Mei 2025   22:53 Diperbarui: 4 Mei 2025   22:53 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam menjalankan misinya, Tuku berusaha menerapkan pendekatan yang humanis kepada konsumen, baik kepada pekerja toko, maupun konsumen. Setiap elemen di dalam toko dirancang untuk mendorong interaksi, dari ukuran meja dan kursi yang penempatannya saling berhadapan, mesin kopi yang tidak terlalu tinggi, hingga arah toilet yang sengaja harus melewati area bar, membuat pengunjung bisa menyapa dengan "permisi" kepada barista. Hal-hal kecil tersebut menciptakan kenyamanan dan suasana akrab, sekaligus menjadi titik temu yang bermakna. Untuk lebih memperkuat identitasnya sebagai ruang milik bersama, Tuku juga menyediakan elemen tambahan sederhana yang penuh makna lokal seperti gorengan, koran, dan berbagai hal yang membuat pengunjung merasa seperti di rumah sendiri. Semua ini dirancang agar memperlihatkan bahwa pendekatan teknis Tuku tidak hanya soal operasional, tetapi juga soal membangun suasana dan hubungan sosial yang kuat dengan pelanggan. 

C. Aspek Pasar dan Pemasaran

Dalam peta pemasaran dalam membangun bisnisnya, Toko Kopi Tuku tidak hanya berfokus pada produk, tetapi juga pada pengalaman menyeluruh yang diharapkan dapat dirasakan oleh konsumen. Tuku percaya bahwa kekuatan pasar tidak hanya terletak pada cita rasa kopi, tetapi juga pada kombinasi antara produk, pelayanan dan pengalaman. Dengan menyuguhkan kenyamanan berbasis pendekatan emosional, bukan sekadar fasilitas fisik, Tuku berhasil menciptakan keinginan kuat bagi konsumen untuk terus datang kembali. Strategi pemasaran Tuku berdasar pada nilai "everyday luxuries", dimana kenikmatan kecil sehari-hari yang mampu menciptakan keintiman dan keterhubungan. Tuku tidak ingin hanya menjadi tempat membeli kopi, melainkan menjadi "rumah kedua" bagi banyak orang. Konsumen yang datang ke Tuku diharapkan tidak hanya ingin minum kopi, tetapi ingin merasakan atmosfer yang hangat dan akrab, sebagai ruang yang nyaman untuk pulang, khususnya saat butuh istirahat dari rutinitas yang melelahkan. 

Kekuatan branding Tuku dibangun dari keterlibatan emosi dengan konsumen. Dibuktikan dengan banyak pelanggan yang rela mengantre panjang, bukan semata karena rasa kopi, tetapi karena ingin merasakan nilai dan pengalaman yang ditawarkan Tuku secara konsisten. Kampanye yang diangkat pun selalu memiliki cerita ringan namun akrab, seperti kampanye #tetanggabaik, yang mengajak konsumen untuk berbagi kebaikan melalui kegiatan sosial. Juga kampanye #tukutiaphari, memperkuat ingatan konsumen dengan produk khas Tuku yang mempresentasikan nilai dan identitas merek. 

Dalam membaca peluang pasar, Tuku menggunakan pendekatan yang adaptif dan humanis. Tidak hanya melihat data atau tren, tetapi juga 'mempelajari tetangga' dimana mengenali siapa konsumen baru dari identitas suatu negara, lalu identifikasi permasalahannya, dan mencari cara bagaimana Tuku bisa menciptakan solusi yang sesuai. Pendekatan ini yang memungkinkan Tuku untuk terus tumbuh, bahkan hingga menjajaki pasar luar negeri seperti Korea Selatan dan Belanda. Dari Korea, Tuku mengagumi bagaimana masyarakat setempat mengoptimalkan sumber daya manusia yang terbatas dengan bijak. Sementara di Belanda, Tuku melihat peluang besar karena banyaknya diaspora Indonesia yang rindu pada budaya lokal. Dengan hadir di sana, Tuku membawa rasa percaya diri atas identitas Indonesia melalui segelas kopi. Secara keseluruhan, strategi pasar dan pemasaran Tuku mencangkup kekuatan hubungan, menciptakan ruang, dan gerakan positif komunitas. Itulah yang menjadi keunikan mereka di tengah persaingan industri kopi yang semakin padat.

D. Aspek Finansial 

Secara performa finansial, Toko Kopi Tuku menunjukkan perputaran yang solid, sehingga terbentuk karakteristik bisnis yang sehat dan berkelanjutan. Dengan rata-rata penjualan sekitar 830 cup per hari per toko. Dimana setiap outlet menghasilkan omzet harian sekitar Rp.16 juta, dengan lebih dari 50 toko yang beroperasi. Total omzet harian Tuku diperkirakan mencapai Rp.1 miliar, atau sekitar Rp.365 miliar per tahun 2024. Berawal dari skala kecil dengan modal awal yang diperkirakan berkisar antara Rp.300 juta hingga Rp.500 juta tergantung pada lokasi dan ukuran toko. Biaya operasional yang dikeluarkan mencangkup pembelian bahan baku, gaji pegawai, sewa tempat, dan pemeliharaan peralatan. Tuku berhasil bertumbuh menjadi jaringan bisnis dengan lebih dari 10 gerai di berbagai lokasi strategis. Pendapatan utama berasal dari penjualan minuman berbasis kopi, makanan ringan, dan produk khas lainnya seperti merchandise #tukutiaphari.

Rencana strategi ekspansi yang dilakukan seperti pembukaan pop-up store di Korea Selatan akan ditambah hingga 100 toko pada tahun 2026, menunjukkan kemampuan modal dan manajemen risiko finansial yang matang. Melalui strategi pemasaran yang konsisten berbasis komunitas, Tuku berhasil melewati break even point dan sekarang berada pada fase pertumbuhan profitabilitas yang menjanjikan. 

E. Aspek Manajemen dan Operasi

Dalam menjalankan operasional nya, Toko Kopi Tuku mengedepankan manajemen yang berbasis kedekatan emosional dan konsistensi kualitas. Dibanding mengejar pertumbuhan penjualan secara agresif, Tuku memilih menjaga kualitas produk dan pengalaman pelanggan dengan konsisten dalam berinteraksi langsung dengan konsumen, atau dipanggil dengan "Tetangga Tuku". Setiap masukan sekecil apapun, seperti rasa kopi yang berubah hingga kondisi toko, ditanggapi dengan serius sebagai bentuk komitmen terhadap service excellence. Dalam rangka menjaga keterhubungan ini, Tuku membentuk grup internal yang menangani keluhan pelanggan dan komunikasi antar toko secara intensif.

Budaya manajemen internal perusahaan juga dikuatkan dengan prinsip "cukup, ditambah sedikit kejutan", yang membangun standar pelayanan tinggi. Perspektif konsumen selalu menjadi acuan utama dalam pengambilan keputusan operasional maupun pengembangan produk. Misalnya, Tuku secara konsisten mengembangkan varian kopi berbahan lokal yang unik dan relevan dengan situasi sosial, seperti Kopi Sereh Lemon saat pandemi, atau Kopi Goes yang menyegarkan untuk komunitas pesepeda. Sementara itu, nama "Tuku" sendiri yang berarti "membeli" dalam bahasa Jawa, yang mencerminkan misi awal untuk mendorong masyarakat untuk membeli dan mencintai kopi lokal. Strategi ini berhasil menjaga keseimbangan antara inovasi produk, pendekatan dengan konsumen, dan keunikan brand yang humanis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun