Bangsa Indonesia sejak awal merdeka telah dipersatukan oleh satu tujuan besar: menjunjung tinggi kemerdekaan, persatuan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945. Namun dalam perjalanan sejarahnya, bangsa ini pernah diuji oleh konflik ideologi yang sangat serius, yakni peristiwa gerakan 30 September 1965 atau G30S PKI. Konflik ideologi seperti ini memiliki potensi besar merusak kerangka persatuan bangsa, menyebabkan luka sosial ketidakadilan dan pembelaan yang berkelanjutan. Artikel ini akan membahas bahaya konflik ideologi bagi persatuan bangsa melalui lensa G30S /PKI; apa yang terjadi dampak-dampaknya dan bagaimana kita bisa belajar agar tragedi serupa tidak terulang.Â
Peristiwa G30S PKI terjadi pada malam 30 September hingga dini hari tanggal 1 Oktober 1965. Set jumlah perwira tinggi tentara Nasional Indonesia angkatan darat (TNI AD) diculik dan dibunuh. Beberapa sumber menyebut bahwa operasi ini dipimpin oleh letkol Untung atas nama gerakan 30 September, dan PKI diduga menjadi pihak yang mendalangi.Â
Sebelum itu, terjadi ketegangan ideologis yang tinggi antara berbagai kekuatan politik dan sosial: ideologi nasionalisme, agama, komunis; paham-paham kiri dan liberal; upaya untuk menyatukan berbagai golongan dalam konsep NASAKOM(Nasionalisme, Agama, Komunisme) yang diusung oleh presiden Soekarno.Â
Ketidakstabilan politik, kecemasan tentang peralihan kekuasaan, peta percepatan konflik global (perang dingin) ikut memberi warna bahwa Medan ideologi bukan hanya soal teori, tetapi soal kekuasaan pengaruh, dan keselamatan negara.Â
Bahaya konflik ideologi bagi persatuan bangsaÂ
Fragmentasi sosial dan nasionalÂ
Ketika ada lagi menjadi ajang pertarungan (atau bahkan adu domba), masyarakat mudah terpecah menjadi kelompok-kelompok yang saling curiga satu sama lain. Ideologi yang ekstrem atau yang dianggap ekstrem dapat memicu stereotip, stigma , diskriminasi, dan kekerasan antar kelompok. Dalam konteks G30S simpatisan atau yang dianggap simpatisan PKI menjadi target ekspresi bahkan kekerasan luar biasa.Â
Fragmentasi ini dapat berkaitan dengan agama etnis latar belakang politik ,dan bahkan antargenerasi tugas sosial pun terus ada karena peristiwa traumatis, kehilangan anggota keluarga, penahanan , dan kejahatan yang belum tuntas diprosesÂ
Luka sejarah dan rasa ketidakadilanÂ
Peristiwa g30s PKI bukan hanya yang mungkin tidak terlihat secara langsung, namun terkenal imbas. Penahanan tanpa proses hukum yang adil diskriminasi secara sosial dan pembatasan kebebasan dari ideologi menjadi bagian dari sejarah yang menorehkan luka.Â
Kurangnya transparansi adanya propaganda , manipulasi narasi sejarah, dan interpretasi yang berbeda dari peristiwa tersebut juga memperparah rasa ketidakadilan.Â
Penurunan kepercayaan terhadap institusi negaraÂ
Konflik ideologi yang memunculkan tindakan kekerasan dan ekspresi merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga pemerintahan, Militer, kepolisian, dan sistem hukum. Jika lembaga dianggap pembelian atau menjadi alat ideologi, makalah destinasi mereka dipertanyakan. Dalam G30S/PKI , tindakan operasi militer dan penindasan anggota, PKI atau yang dianggap sembunyikan membentuk citra bahwa negara tidak netral atau adil.Â
Menghambat pembangunan politik dan demokrasiÂ
Konflik ideologi yang sangat tajam cenderung membatasi ruang kebebasan berbicara, kebebasan berpendapat, serta kebebasan menyerahkan ideologi maupun keyakinan, selama dianggap"berbahaya"oleh pihak penguasa. Setelah G30S/PKI, ideologi komunis secara formal dilarang dan segala sesuatu yang terkait dengannya mendapat stigma diterima buruk; bahkan diskusi krisis atas sejarahnya pun sering kali dipelintir atau disensor.Â
Selain itu transisi kekuasaan yang terjadi bukan semata-mata melalui mekanisme demokrasi, melainkan juga melalui tekanan politik dan militer. Orde baru yang muncul setelah G30S PKI, menggunakan situasi sebagai legitimasi memperluas kekuasaan eksekutif dan militer.Â
Ketidakstabilan politik dan keamanan
Konflik ideologi bisa memicu pemberontakan, kudeta, atau kekerasan berskala luas. G30S PKI sendiri adalah contoh ekstrem dari konflik ideologi yang berupa menjadi kekerasan politik. Setelah peristiwa itu, militer kemudian melakukan" operasi "penumpasan kekuatan ideologi tertentu.
Ketidakstbilan ini berpotensi cobalah negara dalam menghadapi ancaman lain-lain internal (seperti kerusuhan sosial) maupun eksternal ( intervensi ideologi asing, tekanan internasional). Ketidakserasian keamanan juga mengganggu ekonomi. Pendidikan. Dan kegiatan sosial lainnya.Â
Bagi masyarakat yang terkena imbas kekerasan ideologi, dari korban langsung hingga keturunan ada dampak psikologis yang berat; rasa takut, trauma,rasa kehilangan bahkan kebencian . Banyak keluarga yang kehilangan anggota dan terhadap penyelesaian. Ini menghasilkan luka kolektif yang sulit diobati yang menjadi bibit pembalasan atau langganan untuk berdialogÂ
Konflik ideologi yang tajam sering membuat kelompok lawan dianggap musuh, bukan bagian dari saudara sebangsa. Seringkali muncul lah beling"musuh ideologi","agen asing ","pengkhianat"dan sejenisnyaÂ
Dengan mengaitkan dari poin-poin banyak di atas berikut dampak konkret dari G30S PKI pada persatuan bangsa Indonesia.Â
Pemutusan kepercayaan antara komunitas pendukung simpatisan atau mereka yang hanya dianggap mendukung PKI seringkali diasingkan atau dihentikan hal ini menciptakan jurung ketidakpercayaan antara kelompok politik kiri dengan kelompok lainnya, trauma antar keluarga antar tetangga bahkan antar desa terkadang berlangsung bertahun-tahun.Â
Ideologi Pancasila makin dianggap sebagai instrumen politik Pancasila yang seharusnya menjadi fondasi untuk persatuan seringkali digunakan sebagai alat legitimasi politik untuk menolak atau menekan ideologi lain. Setelah G30S PKI pemerintah orde Baru misalnya menguatkan Pancasila sebagai salah satunya asas dalam partai politik, dan segala bentuk afiliasi dengan PKI dianggap berbahaya.Â
Larangan dari operasi terhadap ideologi komunis ideologi komunis setelah G30S dianggap ilegal dan segala sidangnya dilarang. Refresh ini soalnya pada tingkat relief tetapi juga ada masyarakat biasa yang dianggap teralifiasi .
Penguatan militer dalam politik setelah G30S militer mengambil peran yang sangat dominan dalam politik dan pemerintahan. Keterlibatan militer ini kadang mengorbankan asas sipil, demokratis dan menimbulkan ketidakpuasan di kalangan warga yang merasa bahwa kekuasaan di kalangan warga yang merasa bahwa kekuasaan yang tidak lagi memiliki semua golongan secara adil. Keputusan-keputusan politik lebih sering dibuat dari perspektif keamanan dan stabilitas, bukan mendialogkan keberagaman ideologi.Â
Narasi sejarah yang diperebutkan dan ditafsirkan ulang sejarah G30S PKI tidak pernah seragam ditulis atau diajarkan. Ada versi resmi ada pula kritik terhadap bagaimana sejarah tersebut dikonstruksi diawali politik dan terkadang digunakan untuk kepentingan kekuasaan. Perbedaan tafsir ini menjadi sumber konflik ideologi baru memicu kegelisahan diantara generasi muda atas kebenaran sejarah
Agar pemersatuan bangsa tetap terjaga meskipun dalam kondisi perbedaan ideologi berikut beberapa pelajaran yang dan strategi yang bisa diambil.Â
Penting ada peristiwa-peristiwa sejarah seperti G30S PKI di Aceh dibahas secara terbuka dengan data dan fakta sebanyak mungkin akan sejarah tidak menjadi senjata politik pengajaran dan kebenaran dokumentasi korban pengakuan resmi terhadap aspek-aspek yang belum jelas. Bisa membantu mengurangi luka sejarahÂ
Sistem pendidikan perlu membekali siswa bukan hanya dengan narasi secara resmi tetapi juga kemampuan berpikir kritis memenuhi konteks menilai sumber diskusikan perbedaan dan mengenali ideologi-ideologi extreme atau intoleran, begitu generasi muda tidak mudah diprovokasi atau terpecah oleh konflik ideologi.Â
Persatuan bukan berarti keseragaman. Adanya ruang dialog antar kelompok dengan ideologi berbeda sangat penting, membangun empati saling mendengarkan menghargai perbedaan dan mengakui bahwa kitab golongan patriotik dengan caranya sendiri.Â
Institusi pemerintah yang netral dan adilÂ
Pemerintah dan institusi keamanan perlu menjaga netralitas dalam konflik ideologi. Penegakan hukum yang adil dan tidak memihak tanpa destinasi adalah pondasi agar masyarakat percaya bahwa semua warga negara diperlakukan sama.Â
Pancasila dengan 5 silanya adalah ibunya sesama bangsa Indonesia yang sangat kuat memperkuat pemahaman bahwa Pancasila bukan hanya slogan tapi pandangan hidup bersama,Â
Setiap warga negara perlu sadar bahwa perbedaan ideologi adalah hal alami di masyarakat besar. Kesadaran bahwa kita memiliki unsur besar eskriminasi intonasi dan disintegrasi internal dengan kesadaran kolektif dapat memilih persatuan sebagai prioritas dibandingkan ideologi.
Kesimpulan:Â
Konflik ideologi bila dibiarkan tanpa kontrol yang tidak memiliki potensi besar merusak persatuan bangsa, peristiwa G30S PKI adalah salah satu contoh paling terang bagaimana ideologi yang dibawa dalam bentuk ekstrem dibingkai oleh kekuasaan dan berujung kekerasan bisa menghasilkan kepercayaan membuka luka sejarah dan membentuk ketidaksetaraan serta ketidakstabilan yang bertahan lama,Â
Namun di sisi lain dari tragedi ini bangsa Indonesia memperoleh pelajaran berharga bahwa peraturan bukan sesuatu yang dia
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI