Mohon tunggu...
Alifiano Rezka Adi
Alifiano Rezka Adi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Arsitektur FT UGM Yogyakarta, yang slogannya better space better living, ayoo hidupkan ruang disekitar kita biar dunia ini lebih berwarna :DD

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Kampung Vertikal, Konsep “Masa Depan” Permukiman di Indonesia

20 Februari 2015   15:03 Diperbarui: 4 April 2017   17:44 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_398182" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/The Jakarta Post"][/caption]

Arus urbanisasi yang begitu besar di era modern saat ini mendorong masyarakat beralih kepada kehidupan perkotaan, baik secara fisik dalam bentuk hunian, ataupun secara kehidupan sosial. Mindset bahwa kehidupan dikota akan membawa kesejahteraan  tinggi mungkin menjadi salah satu faktor penting tingginya urbanisasi saat ini. Fakta yang terlihat jelas di kota saat ini adalah peningkatan kepadatan kota, peningkatan kebutuhan lapangan pekerjaan, dan peningkatan kebutuhan tempat tinggal. Faktor tempat tinggal (kampung kota) ini yang kemudian seringkali berdampak negatif pada aspek fisik kawasan dimana permukiman padat cenderung menjadi lingkungan yang kumuh, kurang sehat, rawan kebakaran, banjir, dan sebagainya. Oleh karena itu berbagai upaya sudah coba dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan kampung kota ini, salah satunya adalah merelokasi warga dengan mendirikan hunian vertikal.

[caption id="attachment_398154" align="aligncenter" width="560" caption="https://kampungderetjoharbaru.wordpress.com/pentingnya-pembangunan-kampung-deret-vertikal/"]

1424393910946283201
1424393910946283201
[/caption]

Disadari atau tidak, sebenarnya konsep hunian vertikal ini juga berdampak positif pada iklim mikro di suatu kawasan perkotaan. Isu global warming saat ini diperparah dengan minimnya ruang terbuka hijau (RTH) di lingkungan perkotaan sehingga suhu kota menjadi sangat tinggi atau dikenal dengan istilah urban heat island. Akibat lain dengan tidak adanya RTH adalah tingginya tingkat polusi di kawasan tersebut karena tidak adanya vegetasi-vegetasi sebagai media penyerap polutan, semisal CO2. Lalu apa hubungannya dengan konsep hunian vertikal? Tentu saja hunian vertikal akan lebih banyak membentuk ruang-ruang terbuka yang dapat dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau.

Namun realisasi dari konsep hunian vertikal saat ini mengalami benturan terhadap aspek sosial, terutama bagi warga permukiman. Peralihan menuju hunian vertikal bagi warga kampung merupakan perubahan besar bagi mereka. Tidak hanya manusianya yang berpindah, namun juga kehidupannya dalam berkeluarga ataupun bermasyarakat. Ada banyak hal yang warga perlu untuk dipertahankan seperti budaya lokal (lokalitas), nilai-nilai sosial, dan persepsi yang berbeda-beda yang seharusnya dapat diakomodasi hunian vertikal sebagai ruang hidup baru bagi mereka. Disinilah sebenarnya pentingnya pemerintah ataupun pihak perencana dalam membentuk konsep hunian vertikal yang humanis bahwa bangunan tinggi bukan hanya sekedar pembangunan fisik semata, namun juga setidaknya dapat mempertahankan pola sosial warga yang telah terbangun lama sebelumnya. Oleh karena itu pembangunan hunian vertkal tersebut harus melibatkan warga mulai dari tahap konsep atau ide awal, hingga proses konstruksi, dan hunian vertikal ini juga berbeda-beda konsep dan bentuknya di setiap tempat untuk menyesuaikan lokalitas masyarakat yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu mungkin tidak hanya sekedar huniannya saja yang dibentuk vertikal, namun “kampung”nya juga yang dibentuk vertikal sehingga terdapat istilah kampung vertikal, yang memiliki makna lebih luas daripada sekedar hunian.

Konsep pembangunan kampung vertikal sebenarnya sudah bukan hal baru lagi, di Singapura misalnya. Badan Perumahan Singapura (Housing and Development Board) mencanangkan proyek kampung vertikal sebagai satu kompleks terpadu yang dijadwalkan rampung tahun 2017. Rencananya kompleks ini akan menyediakan perumahan bagi 80 persen penduduk Singapura. Proyek yang merupakan kerjasama HDB dengan Departemen Kesehatan ini bertujuan menyediakan kampung yang terdapat berbagai layanan seperti toko-toko, pusat jajanan, fasilitas kesehatan, dan penitipan anak di dalam satu gedung yang sama.

[caption id="attachment_398156" align="aligncenter" width="470" caption="visualisasi ruang publik di kampung vertikal Singapura(www.portalkbr.com)"]

14243940231274454859
14243940231274454859
[/caption]

Kedekatan Masyarakat sebagai salah satu ciri khas kampung tetap dipertahankan meskipun dalam bentuk kampung vertikal. Dalam kampung tersebut, rumah-rumah warga dibuat saling berdekatan dan terdapat fasilitas-fasilitas yang memungkinkan warga untuk saling berbagi, berbaur, dan terikat. Fasilitas-fasilitas tersebut seperti pusat penitipan anak, pusat kegiatan orangtua, rumah jompo, ruang terbuka di lantai dasar untuk perayaan dan festival, kebun dan taman di atap untuk kegiatan berkebun bersama, dan ruang serbaguna untuk berbagai acara bersama. Dengan begitu konsep kampung tidak terlalu berhubungan dengan aspek fisiknya namun lebih kepada semangat kebersamaannya. Selain itu program ruang yang ada dapat tetap memupuk rasa keintiman dan rasa tinggal di kampung dalam gedung yang tinggi.

Pembangunan kampung vertikal di Singapura tersebut bukan untuk dicontoh di Indonesia karena jelas memiliki budaya dalam masyarakatnya yang sangat berbeda dengan kita. Namun konsep kampung vertikal itulah yang dapat menginspirasi kita dalam membangun kampung vertikal yang tidak hanya berupa gedung-gedung yang tinggi saja, namun juga fasilitas dan layanan lain secara vertikal yang tetap dapat mempertahankan kehidupan kampung yang sudah ada selama ini.

Bagaimanapun kondisi iklim global sudah semakin mengkhawatirkan dan kita tidak punya kekuatan untuk mengendalikannya. Yang bisa kita lakukan adalah menyesuaikan kondisi alam yang ada dengan melakukan pembangunan yang ramah lingkungan, yang menambah ruang terbuka hijau, yang tidak menimbulkan kepadatan hunian, yang aman terhadap bencana banjir, meskipun mungkin harus dibayar dengan perubahan mindset hidup secara horizontal menjadi secara vertikal. Proses pembangunan tidak bisa lagi hanya mengandalkan solusi sesaat, namun solusi jangka panjang. Kita berfikir bagaimana Indonesia 2030, 2050, atau bahkan 2100. Oleh karena itu masyarakat luas terutama warga permukiman kota harus diberikan pemahaman tentang arah pembangunan ini, meskipun secara bertahap karena jelas tidak mudah berhadapan dengan warga yang banyak dengan kekuatan sosial yang begitu tinggi.

“Mari Membangun Masa Depan Hunian Indonesia Lebih Baik dan Cerdas”

Salam GO GREEN ! ! ! !

Sumber Referensi :

http://sp.beritasatu.com/home/bangun-kampung-vertikal-harus-sesuai-aspirasi-warga/37996

https://prezi.com/ow0tsrkjkhid/urban-venacular-housing-kampung-vertikal/

http://www.portalkbr.com/asiacalling/indonesia/asiatenggara/2892260_5022.html

http://properti.kompas.com/read/2014/06/29/1425385/Begini.Konsep.Kampung.Vertikal.ala.Singapura.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun