Korupsi Gak Cuma Soal Uang, tapi Soal Kita Juga

Digitalisasi birokrasi adalah salah satu upaya yang patut didukung. Sistem online yang transparan bisa mengurangi peluang manipulasi. Tapi sistem hanya alat. Yang menjalankan tetap manusia. Dan tanpa integritas, alat sehebat apa pun tetap bisa disalahgunakan.

Pemimpin juga memegang peran penting. Jika mereka memberi contoh yang baik, maka semangat untuk bersih akan menyebar. Tapi kalau pemimpinnya bermasalah, jangan heran kalau sistem ikut kacau. Kepemimpinan yang jujur bukan sekadar kelebihan, tapi syarat mutlak kalau kita ingin perubahan yang nyata.

Media sosial juga bisa dimanfaatkan. Bukan hanya untuk mengeluh, tapi untuk menyuarakan tuntutan dan menyebarkan edukasi. Di era ini, satu unggahan bisa menyebar cepat dan membentuk opini. Bayangkan kalau itu digunakan untuk menekan pelaku korupsi atau mendukung gerakan antikorupsi. Dampaknya bisa besar.

Melawan korupsi kadang terasa seperti pertarungan yang tidak seimbang. Tapi bukan berarti tidak mungkin. Kita tidak harus menjadi penegak hukum untuk terlibat. Cukup mulai dari diri sendiri: tidak berkompromi dengan hal-hal yang salah, sekecil apa pun.

Ketika kita menolak amplop "terima kasih", ketika kita memilih jalan lurus meskipun lebih panjang, di situlah semangat perlawanan itu hidup. Dan kalau dilakukan bersama, itu bisa jadi kekuatan besar.

Indonesia tidak kekurangan orang pintar. Tapi negara ini sangat membutuhkan lebih banyak orang jujur---mereka yang berani berkata tidak, bahkan saat ada peluang untuk curang. Kalau kita bisa menanamkan integritas sebagai bagian dari keseharian, masa depan yang lebih bersih bukan cuma mimpi.

Perubahan besar sering berawal dari keputusan kecil. Maka mari mulai dari hari ini, dari diri sendiri. Karena satu suara mungkin kecil, tapi kalau bergema bersama, ia bisa menggetarkan tembok yang sudah terlalu lama dibiarkan berdiri.