Mohon tunggu...
Ali Anshori
Ali Anshori Mohon Tunggu... Freelancer - Ali anshori

Bekerja apa saja yang penting halal. Hobi olahraga dan menulis tentunya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menjamurnya Media Online, dan Layunya Media Cetak

31 Desember 2015   15:53 Diperbarui: 31 Desember 2015   16:11 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Bisnis Media tampaknya mulai banyak dilirik oleh kalangan tertentu saat ini. Terutama media yang berbasis online. Tak heran jika sekarang ini banyak situs dengan berbagai nama bertebaran di jagad maya. Apalagi dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini, hanya dengan duduk manis kita bisa menjelajah dunia sampai kemana saja. Tinggal klik.

Kondisi ini memiliki konsekkuensi tersendiri bagi para pemilik media, terutama media cetak. Mereka harus bisa menyesuaikan keadaan dan kebutuhan pembacanya. Jika tidak, bersiap saja untuk gulung tikar, karena lambat laun kemudahan pembaca untuk menikmati informasi melalui gadget yang digenggam setiap saat akan menggusur fungsi koran.

Kita ketahui, untuk membaca berita di koran kita harus menunggu waktu satu hari. Itu kalau kita berada di wilayah perkotaan. Namun jika berada di daerah pedalaman, koran yang dibaca malah koran kemarin seperti yang telah saya tulis pada postingan sebelumnya. Sementara untuk menikmati sajian berita online kita bisa mengaksesnya setiap saat, kapanpun dan dimanapun. Yang penting ada jaringannya.

Fenomena gulung tikar untuk media cetak sudah mulai tampak, terutama di Kalimantan Barat. Beberapa teman saya ada yang mengeluh gajinya sudah tidak lancar, bahkan ada yang sudah beberapa bulan tak menerima gaji. Sebagai seorang teman satu profesi tentu saja saya sedih mendengarnya. Mereka itu ibarat lilin yang rela terbakar demi menerangi ruangan di sekelilingnya. Kenapa seperti lilin? terkadang mereka berjuang untuk memberikan informasi kepada orang, namun nasib mereka sendiri perlu untuk diperjuangkan. Adalagi yang membuat saya sangat sedih, yakni ketika mereka menulis berita tentang nasib buruh yang menuntut upah layak. Sementara upah yang mereka terima jauh dari kata layak.

Memang kebahagiaan seorang wartawan tidak selalu diukur dengan besar kecilnya gajih, lancar tidaknya upah. Dapat membantu orang lain juga sudah menjadi kebahagiaan tersendiri. Namun wartawan juga manusia biasa, mereka juga makan nasi sama seperti orang lainnya, tanpa gaji tentu mereka akan sulit bahagia karena tidak makan.

Lantas apa yang harus diperbuat jika keadaan sudah demikian? Mau tidak mau, suka tidak suka, pemilik media harus berani berinovasi. Tidak lagi terpaku pada lembaran-lembaran koran yang hanya sekedar ada dan diakui keberadaannya. Sebab perkembangan zaman memang menuntut kita untuk ikut berkembang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun