Mohon tunggu...
Ali Anshori
Ali Anshori Mohon Tunggu... Freelancer - Ali anshori

Bekerja apa saja yang penting halal. Hobi olahraga dan menulis tentunya

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pemenang Pemilu Curang, Apakah yang Kalah Tidak Curang?

16 Februari 2024   09:01 Diperbarui: 16 Februari 2024   10:17 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Mahfud MD pernah berkata, satu atau dua hari setelah pemilu isu yang akan berkembang di media sosial adalah soal kecurangan. Pada umumnya yang melontarkan kata pemilu curang itu adalah mereka yang kalah.

Perkataan Mahfud MD ini terbukti akurat, nyatanya setelah hasil quick count  atau hasil hitung cepat dirilis oleh media, video-video yang mengabarkan tentang kecurangan pemilu banyak berseliweran di media sosial.

Tentu saja ucapan Mahfud berdasarkan pengalaman masa lalu. Apalagi Mahfud pernah menjadi ketua MK yang banyak menangani soal sengeka pemilu, baik tingkat nasional, provinsi maupun Kabupaten. 

Sebenarnya tidak hanya dalam pemilu saja sih kalimat curang itu mencuat. Dalam pertandingan sepak bola, pertandingan voli dan pertandingan lainnya juga akan selalu seperti itu. Tim yang kalah akan selalu berkata "main curang, wasitnya berat sebelah dll". 

Kecuali pertandingan catur kali ya. Kemenangan sepenuhnya ditentukan oleh pemainnya sendiri, kalau dia ahli bermain catur maka menanglah dia. Kalau kalah ya sudah. Berarti perlu belajar lagi supaya kemampuannya bermain catur bisa meningkat dan mampu mengalahkan lawannya.

Kekalahan memang menyakitkan, apalagi jika sebelum pertandingan dimulai mereka sudah yakin bakal menang. Apalagi kalau dalam pertandingan tersebut dia sudah mengorbankan banyak uang. Maka kekecewaan akan semakin mendalam. 

Mahfud MD kembali berkata, kendati demikian hal itu tidak akan bisa membatalkan hasil pemilu. Jikapun terjadi kecurangan dan dapat dibuktikan maka di lokasi itu saja pemungutan ulang akan dilaksanakan. Ya karena memang jika pemilu diulang semuanya pasti biaya yang dibutuhkan akan sangat besar. Kemungkinan peluang terjadinya konflik justru semakin besar.

Solusinya bagaimana? Kalau mengikuti pertandingan atau kontestasi jangan hanya siap menang namun tidak siap kalah. Terdengar klasik sih, tapi bagai bagaimana lagi. Memang seperti itulah harusnya. Sedari awal kita memang harus menanamkan hal itu. Ambil saja kemungkinan terburuk, dan kemungkinan itu adalah "kalah" kalaupun menang itu hanya bonus. 

Kalau sejak awal sebelum pertandingan dimulai kita "siap" kalah, maka kalimat "curang" tidak akan keluar dari mulut kita. 

Sebab diakui atau tidak kecurangan dalam pemilu itu bukan hanya dilakukan oleh mereka yang menang, yang kalah juga melakukan. Yang beda hanya porsi kecurangannya saja. 

Pertanyaannya, kalau yang kalah melakukan kecurangan, kenapa hanya yang menang yang dituduh melakukannya. ? Kita boleh buka-buka video lama, saat Prabowo melawan Jokowi dalam pemilu 2019 lalu. Saat itu hasil quick count menyatakan kemenangan Jokowi, satu hari kemudian tim Prabowo juga menganggap bahwa pemilu saat itu curang. Saat Megawati kalah datri SBY pun demikian, dia mengklaim bahwa pemilu yang dilaksanakan sarat dengan kecurangan. Pada kontestasi pilkada pun demikian, para calon yang kalah akan selalu mengatakan bahwa pemungutan suara curang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun