Saddudz Dzari'ah: Menutup Jalan Menuju Kerusakan
(Seri mengenal Ushul Fiqh bagi Pemula)
Oleh Ali Aminulloh
Pengertian Saddudz Dzari'ah
Secara bahasa, sadd berarti "menutup", sedangkan dzari'ah berarti "jalan" atau "perantara". Dalam istilah ushul fikih, Saddudz Dzari'ah adalah prinsip menutup jalan atau sarana yang dapat mengarah kepada sesuatu yang diharamkan, meskipun perbuatan itu sendiri pada awalnya mubah atau tidak terlarang. Konsep ini berkaitan erat dengan kehati-hatian syariat dalam menghindari kerusakan (mafsadah) yang mungkin muncul dari hal-hal yang secara eksplisit belum diharamkan, namun berpotensi kuat menjadi jalan ke arah pelanggaran hukum syar'i.
Dasar Hukum Saddudz Dzari'ah
Prinsip Saddudz Dzari'ah memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur'an, Sunnah, dan ijma' sebagian ulama. Beberapa nash yang sering dikaitkan dengan prinsip ini antara lain:
- QS. Al-An'am: 108
"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan."
Ayat ini menunjukkan bahwa sesuatu yang pada dasarnya mubah (mencela kebatilan) dilarang jika hal itu menyebabkan kemudharatan yang lebih besar, yaitu mencela Allah. - Hadis Nabi SAW:
"Siapa yang membuat sesuatu yang bisa membawa kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengikutinya."
(HR. Muslim)
Dalil-dalil ini menegaskan bahwa dalam syariat, tidak hanya hasil akhir yang diperhatikan, tetapi juga proses dan sarana menuju hasil tersebut. Maka, jika sarana menuju kerusakan, ia bisa dicegah sejak awal melalui saddudz dzari'ah.
Pendapat Ulama tentang Saddudz Dzari'ah
Pendapat ulama mengenai saddudz dzari'ah terbagi menjadi beberapa kategori:
- Ulama Malikiyah dan Hanabilah menerima konsep ini secara luas dan menganggapnya sebagai sumber hukum syar'i. Imam Malik sangat menekankan pentingnya menutup celah yang bisa mengarah pada kemungkaran, bahkan dalam kasus-kasus muamalah yang tampak mubah.
- Ulama Syafi'iyah mengakui prinsip ini, tetapi dengan penerapan yang lebih terbatas. Mereka cenderung berhati-hati dalam menetapkan hukum berdasarkan dzari'ah, kecuali jika sudah ada bukti kuat akan dampak negatifnya.
- Ulama Hanafiyah cenderung tidak menjadikan saddudz dzari'ah sebagai sumber hukum independen. Mereka lebih fokus kepada konsekuensi nyata (hasil akhir) dibanding potensi (sarana). Namun, dalam praktik, mereka tetap mempertimbangkan aspek pencegahan kerusakan.
- Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim termasuk ulama yang sangat mendukung penerapan saddudz dzari'ah dalam banyak aspek hukum Islam. Menurut mereka, syariat Islam tidak hanya bertujuan mencapai maslahat, tetapi juga mencegah mafsadah, bahkan dari sebab-sebab kecil sekalipun.
Penerapan Saddudz Dzari'ah dalam Ekonomi Syariah Kekinian
Prinsip saddudz dzari'ah dalam konteks ekonomi syariah kekinian menjadi sangat penting karena kompleksitas transaksi modern seringkali membuka peluang manipulasi hukum. Banyak akad-akad yang secara tekstual terlihat syar'i, namun dalam praktiknya menyimpang dari tujuan utama syariat (maqashid asy-syari'ah). Oleh karena itu, ulama kontemporer menekankan agar lembaga keuangan syariah menerapkan pendekatan preventif terhadap potensi penyalahgunaan hukum melalui dzari'ah yang mengarah pada mafsadat.
1. Rekayasa Akad Jual-Beli (Bai' 'Inah dan Tawarruq)
Secara formal, bai' 'inah dan tawarruq adalah akad jual beli. Namun ketika akad ini direkayasa hanya untuk mendapatkan uang tunai dengan keuntungan tambahan---tanpa niat melakukan jual beli sungguhan---ia berpotensi menjadi praktik riba terselubung. Karena itu, Majma' al-Fiqh al-Islami dan DSN-MUI menolak bentuk rekayasa tersebut.
Alasan Saddudz Dzari'ah: Akad ini bisa menjadi dzari'ah menuju riba, karena menjadikan jual beli sebagai topeng pinjam-meminjam uang dengan tambahan keuntungan.
Rujukan: Keputusan Majma' al-Fiqh al-Islami No. 179 (19/5) menyatakan bahwa tawarruq munazzham adalah haram karena bertentangan dengan tujuan syariat.
Pendapat ahli: Dr. Wahbah az-Zuhaili menyebut bahwa akad yang sekadar menjadi sarana mendapatkan pinjaman berbunga, meski dalam bentuk jual beli, harus ditolak karena menyalahi maqashid asy-syari'ah (Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Jilid 4).
2. Spekulasi Berlebih dalam Bursa Syariah
Perdagangan saham dalam sistem syariah pada dasarnya diperbolehkan dengan syarat perusahaan tidak menjalankan usaha haram dan tidak mengandung unsur riba. Namun, jika perdagangan tersebut dilakukan dengan margin tinggi, waktu sangat pendek (day trading), atau menggunakan informasi dalam (insider trading), maka praktik ini menyerupai judi (maysir).
Alasan Saddudz Dzari'ah: Pola transaksi tersebut menjadi sarana spekulasi tinggi yang menyalahi prinsip keadilan dan kepastian.
Rujukan: Fatwa DSN-MUI No. 135/DSN-MUI/V/2020 tentang Saham menyarankan agar transaksi saham dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan menghindari praktik spekulatif.
Pendapat ahli: Menurut Prof. Dr. Amir Syarifuddin, praktik seperti ini termasuk gharar yang tinggi dan wajib dicegah untuk melindungi stabilitas pasar modal syariah.
3. Penipuan dalam Promosi Produk Syariah
Banyak promosi produk syariah yang menggambarkan keuntungan besar secara tidak proporsional. Testimoni palsu atau ilustrasi yang terlalu menjanjikan dapat menyesatkan konsumen dan investor.
Alasan Saddudz Dzari'ah: Praktik ini menjadi jalan kepada gharar dan kecurangan (tadlis), yang dilarang dalam syariah.
Rujukan: Hadis Nabi SAW, "Barang siapa menipu, maka ia bukan bagian dari kami" (HR. Muslim).
Pendapat ahli: Menurut Dr. Muhammad Taqi Usmani, bentuk iklan atau testimoni menyesatkan harus dicegah sebagai tindakan kehati-hatian (Usmani, An Introduction to Islamic Finance, 2002).
4. Produk Digital yang Berujung pada Judi (Maysir)
Platform berbasis blockchain, game NFT, atau investasi crypto seringkali dimodifikasi seolah-olah sesuai syariah, namun tidak lepas dari unsur maysir dan gharar. Ketika seseorang membeli item virtual dengan harapan keuntungan spekulatif tanpa dasar aset riil, maka syariat harus hadir untuk mencegah jalan menuju judi digital.
Alasan Saddudz Dzari'ah: Transaksi digital ini adalah jalan yang mendekati perjudian (maysir), walau dalam format baru.
Rujukan: Fatwa DSN-MUI No. 140/DSN-MUI/VIII/2021 menyatakan bahwa kripto sebagai alat investasi mengandung gharar dan maysir, sehingga diharamkan.
Pendapat ahli: Prof. Dr. Oni Sahroni dalam Fiqih Muamalah Kontemporer menyebutkan bahwa transaksi kripto dan game berbasis hadiah uang tunai sering kali menyimpang dari prinsip akad dan menjadi sarana perjudian digital.
5. Produk Pembiayaan Konsumtif Berlebihan
Beberapa kartu pembiayaan syariah memfasilitasi pembelian barang konsumtif tanpa batas kontrol yang ketat. Jika produk ini justru mendorong perilaku konsumtif dan israf, maka meski bentuk akadnya syar'i, ia bisa dibatasi atau ditutup karena dzari'ah menuju ketimpangan keuangan masyarakat.
Alasan Saddudz Dzari'ah: Produk pembiayaan konsumtif dapat menjadi jalan menuju utang yang membebani (muflis) dan gaya hidup berlebih (israf).
Rujukan: QS. Al-Isra': 26--27 melarang pemborosan dan menyebut pelakunya sebagai "saudara-saudara setan".
Pendapat ahli: Menurut Dr. Adiwarman Karim, kebijakan produk syariah harus mengandung mekanisme proteksi moral agar tidak menjadi alat eksploitasi atas kebutuhan manusia (Karim, Ekonomi Mikro Islami, 2011).
Pertanyaan Evaluasi
Apa pengertian saddudz dzari'ah dan bagaimana cara kerjanya dalam menjaga maqashid syariah?
Jelaskan contoh saddudz dzari'ah dalam bentuk larangan transaksi digital yang mengandung unsur judi terselubung!
Bagaimana perbedaan penerimaan saddudz dzari'ah antara mazhab Maliki dan Hanafi?
Mengapa rekayasa akad jual beli seperti bai' 'inah atau tawarruq munazzham dianggap bertentangan dengan prinsip syariah meskipun secara akad sah?
Daftar Pustaka
Az-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Jilid 4. Damaskus: Dar al-Fikr, 1997.
Usmani, Muhammad Taqi. An Introduction to Islamic Finance. Karachi: Idaratul Ma'arif, 2002.
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: Rajawali Pers, 2011.
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2007.
Sahroni, Oni. Fiqih Muamalah Kontemporer. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2020.
Majma' al-Fiqh al-Islami. Qararat wa Tawsiyyat Majma' al-Fiqh al-Islami, Sidang ke-19.
Dewan Syariah Nasional -- MUI. Fatwa DSN No. 135/2020, 140/2021, 75/2009, dll.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI