Mohon tunggu...
M. Ali Sumaredi
M. Ali Sumaredi Mohon Tunggu... lainnya -

Menulis untuk melawan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengendus Mark Up di Proyek RTH Mogolaing

6 September 2014   04:18 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:29 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sinar matahari sore itu perlahan mulai redup. Pertanda hari menjelang malam. Segerombolan anak-anak kecil yang tengah bermain di lapangan Mogolaing Kota Kotamobagu mulai berpencar ke rumahnya masing-masing. Demikian pula sejumlah warga yang menghabiskan sore di taman sisi lapangan itu, mulai beranjak pergi.

Di sudut lapangan tersebut tampak Lurah Mogolaing, Fatmawati Ginano menyambut kedatangan sejumlah orang. Belakangan diketahui mereka adalah Tim Pemantau proyek pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kelurahan Mogolaing. Entah sengaja atau tidak, agak aneh memang, pemantauan atau pemeriksaan sebuah proyek dilakukan menjelang malam hari.

Rombongan berjumlah 6 orang itu terdiri dari PPTK (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan), kontraktor, konsultan, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Kotamobagu (KK), dan Dinas PU Provinsi Sulut. Kedatangan tim pada Senin(9/6) itu menyusul banyaknya komplain masyarakat terhadap RTH tersebut. Diduga proyek yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 2.4 miliar itu sarat penyimpangan.

Hasil investigasi yang dilakukan Penulis menemukan sejumlah kejanggalan. Di sisi kanan lapangan misalnya, ada lumpur bekas kubangan air. Menurut warga sekitar, jika hujan turun lapangan tersebut berubah jadi kolam. Ini diakibatkan tidak adanya drainase atau sistem pembuangan air yang baik. Anehnya pengakuan pihak konsultan menyebutkan pembuatan drainase di sisi kanan RTH tidak ada dalam bestek proyek tersebut.

Padahal, pembangunan RTH perkotaan selain dimaksudkan untuk mempercantik wajah kota, juga berfungsi sebagai ruang resapan air. Jika demikian, mengapa perencanaan pembangunan RTH Mogolaing tidak mempertimbangkan aspek fungsi tersebut? Alih-alih menjadi ruang resapan air, di saat hujan RTH Mogolaing justru jadi kubangan air.

Tak hanya itu, lapangan yang harusnya ditumbuhi rerumputan hijau dan subur, justru di beberapa titik terlihat tandus. Rumput gajah yang ditanam pihak kontraktor tak jelas wujudnya. Di beberapa bagian tumbuhnya agak susah karena harus berebut makan dengan rumput liar yang menjamur. Selain itu, tanah sebagai wadahnya tidak layak ditanami karena permukaannya dipenuhi bebatuan.

Demikian pula dengan bangku taman, sebagaimana RAB (rencana anggaran biaya) harusnya menggunakan tegel. Namun, menurut pihak konsultan dibuat seadanya tanpa dilapisi tegel karena permintaan Lurah Mogolaing yang saat itu masih dijabat Husain Mongilong. Selain tak dilapisi tegel, tumpuan atau penyangga kaki bangku yang berbentuk abjad “T” tidak dibuatkan pondasi dan hanya dicor berdiri. Akibatnya tempat duduk terlihat tidak kokoh dan mulai miring. Menurut warga, pada saat pembuatan bangku-bangku tersebut, mereka sudah menegur para tukang yang bekerja. Namun, teguran itu tidak digubris.

Serupa dengan bangku taman, kondisi bangunan untuk toilet juga terkesan asal jadi. Permukaan tembok tidak rata dan terlihat kasar. Namun, paling menyolok adalah tembok langit-langit yang tampak tidak beraturan. Selain itu, menurut pengakuan warga, pipa pembuangan air dari kamar mandi atau toilet tersebut tidak sampai ke gorong-gorong yang berada di pinggir jalan. Diduga panjang pipa air hanya separuh jarak ke gorong-gorong, sehingga air yang akan mengalir dari toilet dibiarkan merembes ke tanah.

Dan parahnya lagi, pembuatan septic tank tidak dilengkapi dengan pipa masuk-keluar udara. Bahkan, menurut warga dari 2 bak septic tank yang dibuat, hanya bak penampung kondisinya agak baik. Sedangkan bak penghancur tidak bisa berfungsi karena hanya ditimbun beberapa batu besar, kemudian ditutupi tanah.

“Kalau tidak percaya, silakan digali. Pasti di kedalaman setengah meter akan menemukan batu-batu besar di situ,” ujar salah satu warga yang mengaku menyaksikan langsung pembuatan septic tank itu. Karena itu, sejumlah warga mengaku akan melarang penggunaan toilet di RTH tersebut jika pihak kontraktor tidak memperbaiki septic tanknya. Alasan mereka, jika toilet itu digunakan, masyarakat sekitar akan terkena dampak terutama bau kotoran akibat septic tank yang tidak berfungsi.

Tokoh masyarakat Mogolaing, Arudji Mongilong kepada Penulis mengatakan, rasa memiliki terhadap RTH tersebut membuat ia harus mengingatkan kontraktor, konsultan, PPTK, dan pihak Dinas PU Provinsi Sulut. “Saya sudah sampaikan ke mereka, secepatnya benahi dan perbaiki sesuai bestek,” ujar mantan Bupati Bolsel itu.

Sementara itu, saat dikonfirmasi baik PPTK, Sisca Maweruh maupun pihak PT Cipta Karya sebagai kontraktor yang diwakili Fahmi Pelealu tidak menampik komplain warga yang menggangap pekerjaan proyek RTH Mogolaing asal jadi. Namun, mereka berdalih, proyek RTH Mogolaing masih dalam masa pemeliharaan. “Kedatangan kami hari ini untuk mencatat semua kekurangan. Dan pastinya dalam waktu dekat sebelum diserahkan ke Dinas PU KK, semuanya akan dibenahi,” ujar Pelealu. M. Ali Sumaredi

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun