Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Penanggulangan Kekerasan
Terhadap Perempuan Di Kalangan Remaja
Alhiqni Zanjabila Suhrawardi
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
Email : alhiqnizanjabila.suhrawardi@gmail.com
ABSTRAK
Pendidikan merupakan suatu usaha yang terencana untuk membantu seseorang dalam mengangkat harkat dan martabatnya dengan mengoptimalkan kemampuan diri yang dimiliki seseorang. Pendidikan karakter adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan dalam diri seseorang untuk memperbaiki karakter dan melatih intelektualnya agar tercipta peserta didik yang berilmu dan berkarakter yang dapat memberi manfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Integrasi pendidikan karakter sangat penting dalam mengatasi masalah kekerasan.
Artikel ini membahas mengenai upaya penanggulangan kekerasan di kalangan remaja khususnya kekerasan terhadap perempuan dengan menggunakan pendidikan karakter sebagai acuan dalam penanganannya. Penekanan nilai-nilai etika dan moral dalam kehidupan bermasyarakat di lingkungan pergaulannya menjadi dasar pembentukan karakter seorang remaja. Hal ini berkaitan dengan cara perlakuan dan sudut pandangnya terhadap perempuan.
Kata Kunci : Pendidikan karakter, kekerasan, pelecehan, remaja, perempuan, media sosial.
PENDAHULUAN
Tindakan kekerasan seksual banyak terjadi di masyarakat, bahkan cenderung meningkat jumlahnya dari waktu ke waktu. Istilah kekerasan seksual tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Hal ini sangat ironis sehingga perlu ditinjau lebih lanjut. Materi yang ada di dalam KUHP secara tidak langsung berkaitan dengan kekerasan seksual.
Kejahatan seksual didefinisikan sebagai segala aktivitas seksual oleh orang lain terhadap perempuan. Kejahatan seksual ini dapat dilakukan dengan paksaan atau tanpa paksaan. Tindakannya dapat berupa ancaman kekerasan fisik maupun ancaman kekerasan lisan.
Dalam KUHP, kekerasan seksual dengan unsur pemaksaan diberikan istilah khusus yaitu perkosaan yang diatur dalam Pasal 285 yang berbunyi: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan untuk berhubungan seks dengannya di luar nikah, diancam karena melakukan pemerkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.
Kemudian, pasal 290 KUHP mengatur tentang ancaman pidana penjara paling lama tujuh tahun yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang pingsan atau tidak berdaya. Dengan demikian, sudah jelas bahwa secara yuridis normatif, KUHP dan undang-undang yang sudah ada tidak seluruhnya tersedia menampung 15 jenis kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat (Sali S., 2015).
Indonesia telah memasuki revolusi industri 4.0, dimana teknologi manufaktur sudah masuk pada tren otomatisasi dan pertukaran data. Hal tersebut mencakup sistem cyber-fisik, internet of things (IoT), komputasi awan, dan komputasi kognitif.
Tren ini telah mengubah banyak bidang kehidupan manusia, termasuk ekonomi, dunia kerja, bahkan gaya hidup manusia itu sendiri. Singkatnya, revolusi industri 4.0 menanamkan teknologi cerdas yang dapat terhubung dengan berbagai bidang kehidupan manusia.
Hal tersebut tentunya merupakan hal yang positif bagi masyarakat namun tidak dapat dipungkiri bahwa ada juga sisi negatif yang dikarenakan berkembangnya teknologi yaitu pelecehan seksual dalam bentuk ujaran kebencian berbasis cyber.
Kekerasan seksual dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi digital seperti mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting, kemudian menuliskan kata-kata yang menyakitkan dan bersifat merendahkan/melecehkan pada kolom komentar media sosial atau bahkan dalam platform game online. Hal ini dapat berdampak pada psikologi seseorang.
Masuknya Indonesia pada era revolusi industri 4.0, tentunya akan membawa banyak perubahan dengan segala konsekuensinya pada berbagai bidang kehidupan masyarakat. Dalam menghadapi perubahan ini, maka masyarakat harus memiliki bekal karakter dan budaya yang kuat agar bisa menangkal berbagai pengaruh negatif khususnya kekerasan terhadap perempuan di kalangan remaja.
PEMBAHASAN
Pengaruh Pendidikan Karakter Terhadap Perilaku Remaja
Media sosial menjadi tempat berkumpulnya banyak informasi dan gaya bahasa yang bermacam-macam. Dari orang dewasa hingga anak kecil, dapat berinteraksi menggunakan media. Namun ternyata dengan mudahnya akses sosial media ini, para remaja justru menjadikan sosial media sebagai candu yang membuat mereka sulit untuk lepas sehingga hal ini mempengaruhi perkembangan perilaku mereka. Pesatnya perkembangan teknologi gawai dan internet mempermudah para remaja mengakses sosial media dimanapun tetapi justru berujung membuat mereka kecanduan.
Riset yang dilakukan oleh beberapa instansi menunjukkan bahwa kalangan remaja mendominasi penggunaan internet di Indonesia. Padahal dalam perkembangan remaja, seharusnya mereka lebih banyak berkomunikasi dengan orang-orang secara langsung agar dapat menunjang kemampuan berkomunikasi mereka nanti ketika telah dewasa. Namun tidak dapat dipungkiri dalam era globalisasi, sosial media menjadi wadah bagi para remaja untuk mengekspresikan diri mereka dan bahkan menyalurkan opini mereka tanpa rasa takut.
Alasan kenapa hal ini terjadi adalah karena sosial media mudah sekali memalsukan identitas seseorang. Para remaja juga mengikuti perkembangan lingkungan yang menganggap bahwa seseorang yang tidak punya atau tidak aktif di sosial media adalah orang yang tidak gaul dan ketinggalan zaman, bahkan mereka bisa memalsukan postingan mereka agar mereka terlihat keren dan gaul. Padahal kenyataannya mereka hanya anak-anak remaja yang kesepian.
Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Penanggulangan Kekerasan Terhadap Perempuan
Pemantapan karakter sangat diperlukan di Indonesia. Peningkatan pemakaian media sosial juga beriringan dengan meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan secara digital di Indonesia. Kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan tidak hanya menyerang anak-anak dan remaja, tetapi juga orang dewasa.
Penyebab kekerasan atau pelecehan tersebut jika dilihat dari sudut pandang pelaku adalah kurangnya memiliki pemahaman terhadap hukum yang berlaku, pernah menjadi korban kekerasan atau pelecehan, kesepian karena kurang bersosialisasi, menganggap tindakan yang dilakukannya bukanlah sesuatu yang serius, ingin terkenal, dendam terhadap korban, gangguan mental (karena pola asuh keluarga dan lingkungan). Hal ini tentu sangat merugikan bagi korban, salah satunya adalah rusaknya kesehatan mental dan terciptanya trauma mendalam.
Pendidikan karakter sangat penting dalam mengatasi penyebab kekerasan atau pelecehan karena Pendidikan karakter dapat mencegah adanya pelaku kekerasan dengan memberikan penyuluhan di sekolah-sekolah tentang batasan-batasan tindakan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
Pendidikan karakter dapat merubah pola pemikiran dan sudut pandang seseorang sehingga seorang remaja dapat memahami bagaimana hukum yang berlaku jika melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan. Trauma karena pelaku pernah menjadi korban juga akan berkurang seiring pemahamannya bertambah sehingga dapat memiliki empati agar tidak melakukan hal sama yang pernah dilakukan kepadanya.
Terdapat beberapa cara dalam melindungi diri dari kekerasan yaitu dengan menerapkan toleransi (menghargai perbedaan, pandangan dan keyakinan baru, serta menghargai orang lain tanpa membedakan suku, gender, penampilan, budaya, dan kepercayaan) sebagai wujud nilai sila pancasila sila pertama, menghormati orang lain (memperlakukan orang lain dengan baik sebagaimana ia ingin orang lain memperlakukan dirinya) sebagai wujud nilai pancasila sila kedua, keadilan (memperlakukan orang lain dengan baik, tidak memihak, dan adil) sebagai wujud nilai pancasila sila kelima, kontrol diri (berpikir sebelum bertindak), empati (memahami perasaan orang lain), dan kebaikan hati (menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan dan perasaan orang lain).
Dalam memaksimalkan upaya tiap individu tersebut, dapat ditanamkan melalui pendidikan karakter pada anak sedini mungkin di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat. Penanaman pendidikan karakter ini agar berhasil dengan baik, diperlukan adanya kerja sama oleh seluruh warga negara. Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembiasaan hal-hal kecil dengan baik di lingkungan keluarga, penambahan konten edukasi mengenai kekerasan atau pelecehan terhadap perempuan di berbagai media massa, dan lain sebagainya.
PENUTUP
Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan karakter sangat mempengaruhi pola pikir atau cara berpikir seseorang. Pendidikan karakter menjadi faktor penting terbentuknya pribadi seseorang terutama berepengaruh besar terhadap remaja.
Upaya penanggulangan kekerasan terhadap perempuan di kalangan remaja menjadi tugas kita semua sebagai masyarakat untuk saling mengingatkan kepada generasi penerus bangsa bahwa karakter remaja mempengaruhi nasib bangsa dan negara. Oleh karena itu, Pendidikan karakter harus ditanamkan kepada seluruh masyarakat Indonesia terutama sejak masa SMA sehingga dampaknya dapat efektif untuk mengubah karakter perilaku remaja di seluruh Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Sali Susiana. 2015. Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan Dan Urgensi
Undang-Undang Tentang Kekerasan Seksual. Info Singkat, 7/22, 9-12.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H