Ketika seorang anak merasa bahwa usahanya tidak dihargai, bahwa sistemnya tidak adil, maka ia akan berhenti bermain. Dan jika generasi muda Indonesia mulai kehilangan minat, maka bukan hanya sepak bola yang mati, tetapi juga semangat juang, kebanggaan, dan rasa memiliki.
Kegagalan ini bukan hanya soal kalah di lapangan. Ini adalah soal kegagalan dalam membangun kepercayaan. Kita butuh lebih dari sekadar pelatih yang hebat. Kita butuh sistem yang berkomitmen. Kita butuh manajemen yang memahami bahwa perubahan tidak terjadi dalam semalam. Kita butuh pemimpin yang tidak hanya bicara tentang "maju", tetapi benar-benar siap untuk melakukan apa yang diperlukan.
PSSI harus sadar bahwa mereka tidak hanya mengelola tim sepak bola. Mereka mengelola mimpi bangsa. Dan ketika mimpi itu pupus karena keputusan yang tidak bijaksana, kekecewaan yang terjadi tidak hanya bersifat emosional, tetapi juga sosial, budaya, dan spiritual.
Mungkin, ini adalah saat yang tepat bagi kita semua untuk berhenti menyalahkan pelatih, menyalahkan pemain, atau menyalahkan nasib. Kita harus berhenti menyalahkan orang yang salah, dan mulai menyalahkan sistem yang salah. Karena yang terpenting bukanlah siapa yang dipecat, tetapi apakah kita siap untuk memperbaiki sistem yang membuat mereka gagal.
Karena sejatinya, kegagalan bukanlah akhir. Ia adalah awal dari pembelajaran. Dan kalau kita belajar dari rasa sakit ini, mungkin suatu hari nanti, Indonesia tidak hanya bisa lolos ke Piala Dunia, tapi bisa menjadi tuan rumah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI