Melalui dialog yang penuh makna, mereka mengedukasi masyarakat tentang hak-hak mereka, tentang pentingnya partisipasi aktif, dan tentang bagaimana kebijakan mempengaruhi kehidupan mereka. Pendekatan ini menciptakan hubungan yang lebih setara dan saling menghormati, bukan hubungan yang didominasi oleh kekuasaan semu yang menakut-nakuti.
Ketiga, Kekuasaan yang Rendah Hati. Pejabat yang gemar membaca menyadari bahwa pengetahuan tidak pernah lengkap dan bahwa mereka selalu belajar dari berbagai suara, pandangan, dan pengalaman lain. Buku-buku yang mereka baca menjadi percakapan yang tak pernah berhenti dengan berbagai pemikiran berbeda.
Mereka terbuka terhadap kritik dan masukan, karena mereka tahu bahwa kekuasaan yang sejati tidak bersifat absolut, melainkan bersifat pelayanan. Dengan sikap rendah hati ini, mereka mampu membangun kepercayaan dan menciptakan suasana kerja yang kondusif, di mana rakyat merasa dihargai dan didengar.
Keempat, Warisan Pemikiran, Bukan Warisan Kekayaan. Seperti Bung Hatta yang mewariskan Pengantar ke Jalan Ilmu dan Pengetahuan, bukan kekayaan materi, pejabat pembaca meninggalkan warisan gagasan yang terus hidup dan memberi inspirasi. Mereka tidak hanya meninggalkan nama jalan atau bangunan, tetapi pemikiran dan nilai-nilai yang mampu membentuk karakter bangsa.
Warisan ini menjadi fondasi bagi generasi berikutnya, yang mampu melanjutkan perjuangan dengan pemikiran kritis, inovatif, dan berorientasi pada keadilan. Dengan demikian, keberadaan mereka tidak hanya memberi manfaat jangka pendek, tetapi juga memastikan keberlanjutan nilai-nilai yang membangun bangsa.
Kembali ke Perpustakaan, Sebelum Kembali ke Istana
Di tengah krisis kepercayaan terhadap elite politik, membaca buku bukanlah pelarian dari realitas, tapi jalan kembali ke akar kepemimpinan yang autentik. Bung Karno, Tan Malaka, Bung Hatta, dan pemimpin dunia lainnya mengajarkan bahwa kekuasaan yang tidak ditemani bacaan adalah kekuasaan yang rentan menjadi tirani, meski berkedok demokrasi.
Maka, mari ajak pejabat masa kini:
Jangan hanya membangun gedung, tapi bangun juga perpustakaan.
Jangan hanya menghitung anggaran, tapi hitung juga berapa halaman yang kau baca setiap minggu.
Karena bangsa ini tidak butuh pemimpin yang kaya harta, tapi pemimpin yang kaya pikiran.
Dan rakyat, pada akhirnya, akan menuai manfaatnya: kebijakan yang bijak, negara yang adil, dan sejarah yang bermartabat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI