Gigi yang Terbang
"Saya hanya salah ucap. Maaf, saya khilaf."
Kalimat itu keluar dari mulutnya seperti biasa cepat, licin, tanpa rasa. Di layar televisi, wajah Menteri Pembangunan Daerah, Bapak Darmo, tersenyum kecut sambil menatap kamera. Di belakangnya, poster bertuliskan "Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju" tergantung miring, seolah ikut meragukan.
"Tuntutan sebagian kecil rakyat yang merasa hidupnya kurang itu hanya angin lalu," katanya tadi pagi di depan wartawan, suara beratnya menusuk seperti jarum. "Kalau mau makan enak, ya kerja! Jangan cuma protes."
Kini, di ruang kerjanya yang ber-AC dingin, Darmo tertawa sendiri. Bodoh-bodoh lucu, pikirnya, sambil menatap layar ponsel yang dipenuhi meme "17+8: Hidup Kurang, Gigi Rontok". Ia baru saja mengirim pesan ke staf humas: "Bikin klarifikasi. Bilang saya khilaf. Tapi jangan terlalu serius, biarin aja viral."
Angin berhembus dari jendela yang terbuka. Di luar, pohon kapok tua di halaman kementerian menggerakkan daunnya, kapasnya yang putih beterbangan. Darmo tak peduli. Ia terlalu sibuk membalas WA dari kolega:
"Haha, rakyat emang gampang marah. Nanti juga lupa."
Malam itu, giginya mulai bergetar.
Darmo terbangun oleh desis aneh di mulutnya, seperti butiran pasir yang bergesekan. Ia menggapai gelas air di meja, tapi saat minum, sesuatu terlepas.
Plak.
Sesuatu jatuh ke wastafel.