Itu bukan lagi transaksi ekonomi. Itu adalah dokumentasi kemanusiaan. Dan jika Pegadaian mengumpulkan semua harapan itu, maka kampanye Mengemaskan Indonesia bisa berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih dalam: arsip nasional tentang impian rakyat kecil.
Bahkan, Pegadaian bisa menjadi tempat restitusi simbolik. Misalnya, saat nasabah menebus emasnya, ia diberi sertifikat kecil: "Terima kasih telah membuktikan bahwa harapan itu bisa ditebus." Atau, setiap tahun, Pegadaian memilih satu kisah inspiratif (bukan yang jadi pengusaha besar, tapi yang berhasil menyelamatkan keluarganya) dan menceritakannya sebagai bagian dari narasi kebangsaan.
Mengemaskan yang Tak Kasatmata: Harapan, Martabat, dan Kemanusiaan
Selama ini, kita mengukur keberhasilan Pegadaian dari jumlah transaksi, laba, atau pertumbuhan aset. Tapi mungkin, indikator terpentingnya adalah berapa banyak harapan yang berhasil diselamatkan hari ini?
Karena Mengemaskan Indonesia seharusnya bukan tentang memoles citra, tapi tentang menghargai perjuangan kecil yang tak pernah diakui. Mengemaskan bukan berarti mempercantik, tapi mengembalikan nilai pada hal-hal yang selama ini dianggap remeh: keringat penjual gorengan, doa ibu yang menunggu anaknya sembuh, usaha petani yang bertahan di tengah kemarau.
Pegadaian, dalam diam, telah menjadi tempat di mana rakyat kecil masih percaya pada negara. Bukan karena negara sempurna, tapi karena masih ada satu pintu yang terbuka, meski harus dengan jaminan. Dan di usia 80 tahun kemerdekaan, mungkin inilah bentuk kemerdekaan yang paling nyata: ketika rakyat masih punya tempat untuk datang, meski hanya untuk meminjam waktu.
Penutup: Mengemaskan Kembali Janji Kemerdekaan
Mengemaskan Indonesia seharusnya menjadi gerakan untuk mengemas ulang janji kemerdekaan yang sempat terbuka. Bukan dengan megaproyek, bukan dengan retorika, tapi dengan menghormati setiap emas yang digadaikan, setiap harapan yang tertunda, setiap wajah yang datang dengan mata lelah tapi kepala tegak.
Karena di balik setiap transaksi di Pegadaian,
ada satu cerita tentang cinta,
ada satu bukti tentang perjuangan,
dan ada satu sisa percaya
bahwa Indonesia masih bisa menjadi tempat
di mana harapan itu tidak perlu dijual,Â
cukup digadaikan dulu,
dengan janji akan ditebus suatu hari nanti.
Dan mungkin, itulah bentuk kemerdekaan yang paling manusiawi:
ketika kita masih diberi kesempatan untuk kembali.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI