Pallium di Antara Dua Paus: Fransiskus dan Benediktus XVI
Sebagai orang Katolik pernahkah Anda tahu dan melihat apa itu Pallium? Atau pernahkah Anda membandingkan jenazah Paus Fransiskus dan Paus Emeritus Benediktus XVI saat berada ada dalam peti?
Pallium adalah selempang wol putih dengan salib-salib kecil yang dikenakan di bahu Paus dan Uskup Agung Metropolita. Melambangkan otoritas pastoral dan penggembalaan umat, pallium menjadi tanda bahwa seorang pemimpin Gereja dipanggil untuk memikul tugasnya dengan rendah hati, seperti Kristus Sang Gembala. Bagi Paus sendiri, pallium melambangkan tanggung jawabnya menggembalakan seluruh umat Allah, menggantikan Kristus sebagai Gembala Agung di bumi.
Di dalam tradisi Gereja Katolik, pallium selalu menjadi lambang istimewa: tanda penggembalaan sejati, beban otoritas, dan kesetiaan terhadap Kristus sampai akhir hayat. Saat seorang Paus aktif wafat, pallium dikenakan dalam pemakamannya sebagai tanda bahwa dia tetap menggembalakan umat hingga hembusan napas terakhirnya.
Hari-hari ini (sebelum peti ditutup) kita menyaksikan Jenazah Paus Fransiskus dikenakan pallium - tentu bukan sekadar kain, melainkan lambang bahwa seluruh hidupnya, sampai akhir, dipersembahkan untuk menggembalakan umat Kristus. Cincin nelayan yang sebelumnya melekat di jarinya telah dihancurkan secara ritual, simbol berakhirnya masa pelayanan di dunia. Maka ia akan dimakamkan sebagai Paus yang wafat dalam tugas, tetap memanggul beban kawanan domba-Nya hingga ajal.
Di sisi lain, Paus Emeritus Benediktus XVI, yang wafat pada 31 Desember 2022, memperlihatkan kepada dunia wajah lain dari panggilan ini.
Dalam kematiannya Ia tidak mengenakan pallium di atas tubuhnya; Ia tidak memakai cincin nelayan lagi sejak pengunduran dirinya. Ia dimakamkan hanya dalam jubah putih sederhana, dengan kalung salib di dadanya sebagai satu-satunya lambang kasih setianya kepada Kristus.
Namun, pallium masa awal kepausannya tetap ditempatkan di dalam peti jenazah, seolah menjadi kenangan hening atas beban yang pernah ia tanggung dan yang dengan rendah hati ia serahkan kembali kepada Gereja.
Perbedaan ini bukan sekadar perbedaan teknis liturgi, tetapi mencerminkan dua perjalanan rohani yang berbeda. Fransiskus, akan dikenang sebagai Paus yang memimpin hingga akhir hayatnya, menggembalakan hingga hari terakhir. Sedangkan Benediktus XVI dikenang sebagai Paus yang dengan kerendahan hati mengundurkan diri demi kebaikan Gereja, lalu menuntaskan hidupnya dalam doa dan pengabdian sunyi.
Keduanya memperlihatkan bahwa kesetiaan kepada Kristus tidak selalu harus berjalan dalam garis yang sama.
Dalam mengenakan atau melepaskan pallium, keduanya telah menjalani misteri kasih Allah yang sama - satu melalui karya aktif, yang lain melalui keheningan dan doa.