Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Festival Budaya Lokal: Menyulam Kembali Jiwa Bangsa dalam Keragaman

6 April 2025   20:00 Diperbarui: 6 April 2025   18:57 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Festival Budaya Lokal: Menyulam Kembali Jiwa Bangsa dalam Keragaman

Indonesia, negeri yang terbentang luas dari Sabang hingga Merauke, merupakan rumah bagi ribuan suku bangsa dan ratusan bahasa daerah. Di tengah arus globalisasi yang semakin deras, festival budaya lokal menjadi salah satu cara untuk menjaga identitas nasional agar tetap hidup dan relevan.

Festival-festival ini tidak hanya sekadar perayaan adat, tetapi juga menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, mengingatkan kita pada akar budaya yang kaya dan beragam.

Salah satu momen penting yang sering dianggap sebagai bagian dari upaya pelestarian identitas nasional adalah perayaan Idul Fitri. Namun, apakah perayaan ini benar-benar dapat dikategorikan sebagai upaya melestarikan identitas nasional? Mari kita telusuri lebih dalam.

Idul Fitri: Lebih dari Sekadar Perayaan Agama

Idul Fitri, atau Hari Raya Lebaran, adalah salah satu hari besar umat Islam yang dirayakan dengan penuh kehangatan di seluruh penjuru Indonesia. Meskipun memiliki dasar agama yang kuat, perayaan ini telah menjadi bagian integral dari identitas nasional Indonesia.

Dalam konteks ini, Idul Fitri bukan hanya tentang ibadah dan refleksi spiritual, tetapi juga tentang tradisi sosial yang melibatkan seluruh elemen masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim. Hal ini tercermin dalam berbagai aktivitas yang menyertainya, seperti mudik, silaturahmi, hingga sajian kuliner khas Lebaran.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 saja, sekitar 123 juta orang di Indonesia melakukan mudik untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga. Angka ini menunjukkan bahwa Lebaran bukan hanya momen religius, tetapi juga momentum sosial yang memperkuat ikatan kekeluargaan dan kebersamaan.

Tradisi ini menjadi simbol harmoni sosial yang unik, di mana masyarakat lintas agama dan etnis turut merasakan suasana kebahagiaan yang sama. Dengan kata lain, Idul Fitri telah menjadi salah satu wujud nyata dari identitas nasional yang inklusif dan berakar pada nilai-nilai kekeluargaan serta gotong royong.

Mudik dan Balik: Ritual Perjalanan yang Menyatukan Bangsa

Mudik, tradisi pulang kampung menjelang Idul Fitri, adalah salah satu fenomena paling ikonik dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Setiap tahun, jutaan orang meninggalkan kota tempat mereka bekerja untuk kembali ke kampung halaman. Ritual ini bukan hanya tentang perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan emosional yang menghubungkan seseorang dengan akar budayanya.

Mudik adalah momen ketika orang-orang kembali ke asal-usulnya, menghidupkan kembali nilai-nilai tradisional seperti hormat kepada orang tua, silaturahmi, dan kebersamaan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun