Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Urban Farming: Solusi Nyata untuk Krisis Pangan di Kota Besar?

6 April 2025   10:00 Diperbarui: 6 April 2025   09:19 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Pertama, edukasi massal menjadi kunci utama. Banyak masyarakat perkotaan yang tertarik dengan urban farming tetapi masih bingung bagaimana memulainya. Penyediaan pelatihan praktis dengan biaya terjangkau -khususnya bagi ibu rumah tangga, pelajar, atau kelompok rentan- dapat mempercepat adopsi teknik bercocok tanam modern. Misalnya, program "Kebun Sekolah" yang diintegrasikan dengan kurikulum atau workshop bulanan di tingkat RW tentang hidroponik sederhana.

Kedua, dukungan regulasi dari pemerintah sangat menentukan. Pemerintah daerah bisa mendorong perkembangan urban farming melalui insentif, seperti pengurangan pajak properti bagi gedung-gedung komersial yang menyediakan rooftop farming atau penyediaan lahan-lahan idle untuk dijadikan kebun komunitas. Contoh sukses bisa dilihat dari Kota Bandung yang mengalokasikan 20% ruang terbuka hijau untuk urban farming dalam Perda RTRW-nya.

Ketiga, kemitraan dengan sektor swasta dapat memperluas dampak urban farming. Perusahaan-perusahaan bisa mengintegrasikan program CSR mereka dengan pengembangan kebun urban, baik dengan menyediakan dana, peralatan, atau pendampingan teknis. Kolaborasi semacam ini sudah terbukti efektif di beberapa kota, seperti program "Urban Farming for Office" yang dijalankan oleh salah satu bank swasta di Jakarta, di mana karyawan diajak mengelola kebun sayur di lingkungan kantor.

Dengan sinergi antara edukasi, regulasi, dan kemitraan, urban farming tidak hanya akan menjadi solusi sementara, tetapi bagian dari sistem ketahanan pangan perkotaan yang tangguh. Setiap sayuran yang tumbuh di atap rumah atau balkon apartemen adalah langkah kecil menuju kemandirian pangan, terutama di saat-saat krisis ketika pasokan dari luar kota tidak bisa diandalkan.

Penutup

Urban farming adalah solusi realistis untuk mengantisipasi krisis pangan, terutama di saat-saat kritis seperti hari raya. Meski belum bisa menggantikan pertanian konvensional, praktik ini membuka jalan menuju kemandirian pangan perkotaan. Dengan dukungan teknologi, kebijakan, dan partisipasi warga, bercocok tanam di kota bisa menjadi jawaban atas ancaman kelangkaan makanan di masa depan.

Referensi

FAO (2021). Urban Farming for Food Security.

BPS (2022). Laporan Inflasi Hari Raya.

World Resources Institute (2022). The Role of Urban Agriculture in Future Food Systems.

Kompas (2021). Kebangkitan Urban Farming Pasca-Pandemi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun