Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Blusukan Seorang Ibu

20 Januari 2021   14:12 Diperbarui: 20 Januari 2021   14:28 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak blusukan santer, ada tiga tokoh ini yang dikenal viral: Pak Joko Widodo, Pak Ahok, dan kemudian Ibu Risma. Blusukan seakan memiliki pro dan kontra dikalangan para pejabat publik. Sementara rakyat di grass root, mungkin senang dan bangga. Senang dan bangga karena tokoh-tokoh yang suka blusukan ini dapat menemui mereka. Dan timbal baliknya, mereka dapat menyampaikan keluh kesah mereka. Tokoh-tokoh blusukan mendengar aspirasi masyarakat secara langsung. Memang, mirip sang proklamator RI, Ir. Soekarno. 

Yang kontra kelihatannya lebih banyak pada para pejabat publik. Mengapa? Dalam refleksi saya, saya menemukan hal ini. Pertama, seakan tokoh-tokoh blusukan mengintip kinerja di bawahnya. Padahal, jika berpikir positip, justru akan membantu kinerja mereka. Bisa saling kerjasama dalam hal-hal kebaikan dan lebih dari itu, kerja sesuai dengan konteks masyarakat. 

Kedua, pro kemapanan bagi para pejabat yang selama ini, "duduk manis" sementara ketika ada tokoh yang mau turun ke lapangan, dianggap anti kemapanan. Dari perspektif ini semestinya kedua belah pihak harus dijembatani dengan pola kerja yang sesuai dengan kenyataan riil dari bawah yaitu dari masyarakat. Jika sesuai dengan pola kerja riil dari bawah, maka program kerja harus lahir dari bawah. Tidak harus dari atas yang menyusun program kerja. 

Dari kedua hal tadi, tokoh-tokoh blusukan mau mengubah cara pandangan kerja struktural dengan pendekatan kepada masyarakat bawah. Hemat saya, merupakan sesuatu yang kontekstual dalam bekerja dan hampir pasti biaya tidak akan terbuang. Dana akan tepat sasaran dan kontrol sosial pun nampak di masyarakat. 

Bu Risma, tokoh perempuan. Tokoh seorang ibu. Tokoh yang mau bekerja dengan hati. Itu artinya bahwa jiwa pekerjanya tampak sekali. Blusukan yang dilakukannya, adalah dorongan hati seorang perempuan, seorang ibu yang mengetahui situasi riil dalam masyarakat. Blusukan yang dilakukan dipandang para anti blusukan sebagai pencitraan. Hal ini pun saya masih memikirkan suatu kewajaran. Wajar karena sudut pandang berbeda. Apalagi, dari sisi politik. Harusnya, dalam sudut pandang politik yaitu pencitraan, tidak harus sampai disitu. Politik juga harus dilihat lebih luas yaitu melakukan sesuatu yang sesuai dengan kenyataan riil dari masyarakat. Dengan cara ini, keadilan diwujudkan. Jeritan rakyat bawah, sedikit terobati. 

Ketika Bu Risma tampil ke publik dengan jabatan Menteri Sosial, nyatanya Bu Risma blusukan di Jakarta. Sebuah pekerjaan yang menjadi tolak ukur pusat ibu Kota negara kita. Disinilah, perhatian banyak orang, terusik. Bahkan, dinilai sebagai sebuah tindakan pencitraan. Padahal, apa yang dilakukannya, positif. Blusukan, menyaksikan, melihat, menjumpai, dan mau mendengarkan aspirasi dari suara-suara yang selama ini tak terdengarkan. Suara-suara dari kaum yang memiliki suara tetapi enggan didengarkan itu, kan manusia. Mereka juga memiliki hak suara yang selama ini mungkin saja, kurang diperhatikan. Diperhatikan tetapi pada saat-saat tertentu saja.

Bagi Bu Risma, blusukan bukan sesuatu yang baru. Pekerjaan lama. Namun dimaknai secara baru, karena memiliki suatu jabatan pelayanan bagi semua orang. Blusukan di Jakarta adalah batu ukur bagi dirinya sendiri. Blusukan di Jakarta diterima oleh masyarakat kecil tetapi ditolak oleh para penggiat politik dan suka kemapanan. Bu Risma, jangan takut.

Indonesia itu luas. Blusukan ke wilayah Indonesia lain. Pasti ada manfaat di tempat lain. Blusukan untuk mendengarkan jeritan rakyat kecil dan mencoba untuk menjawabi pembangunan yang mulai dari rakyat kecil, adalah sesuatu yang baik dan bagus. Rakyat kecil menanti Bu Risma. Masih banyak rakyat di pedalaman di kampung kampung, jauh dari kota yang mega menanti blusukan Bu Risma. ***

20 januari 2021 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun