Mohon tunggu...
Alfonsius Febryan
Alfonsius Febryan Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi 'Fajar Timur'-Abepura, Papua

Iesus Khristos Theou Soter

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rutinitas Pikiranku

4 Februari 2021   10:26 Diperbarui: 4 Februari 2021   10:54 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mengenai hal tersebut pula, barangkali karena kepercayaan secara umum ditempatkan sebagai suatu hal yang mempunyai sifat psikologis, dan karena pengetahuan ditempatkan sejajar dengan kepercayaan dalam banyak hal, pengetahuan juga disebut sebagai suatu hal yang mempunyai sifat psikologis. 

Semisal seseorang berpikiran bahwa dia mungkin mengamati secara sepintas berbagai kepercayaan yang dimilikinya dengan beberapa usaha yang bersifat mawas diri, bahkan barangkali dengan menemukan kepercayaan yang dimiliki tetapi tidak diketahuinya. 

Oleh karena itu menyangkut pengalamanku mengemudi seperti paragraph di atas bahwa pertama-tama bukan oleh karena aku percaya sang pengemudi di depanku, tetapi melihat tanda lampu sen memberi tahuku bahwa mobil tepat di depanku akan berbelok ke kiri. 

Mengapa aku dapat tahu? Karena memang hal tersebut timbul oleh karena aku tahu arti tanda tersebut berdasarkan pengamatanku dari tiap hukum-hukum lalu lintas, dan itu sebabnya tanda memberitahuku sebuah pilihan yang dapat kuambil.

Salah satu contoh kasus umum terkait dinamika percaya dan pengetahuan, bahwa seseorang mungkin dikatakan mengetahui bahwa itu p karena dia percaya bahwa itu q (di mana dia sama sekali tidak mempunyai kepercayaan tentang p). 

Dapat dikatakan, dalam berbagai situasi yang digambarkan, benar-benar salah untuk mempertahankan bahwa dia sekarang mengetahui sebuah disposisi (psikologi) yang pasti untuk menjawab berbagai permasalahan tertentu dalam cara-cara tertentu (meskipun kita, mungkin-yang mengetahui apa yang kita pikirkan tentang dia-mengira bagaimana dia akan bersikap atau menunjukkan reaksi). 

Dia tidak pernah sama sekali memikirkan tentang p dia hanya perlu memiliki keterampilan tertentu yang diwajibkan dan memikirkan tentang kebenaran lain yang relevan dan tertentu.

Akan tetapi, jika demikian adanya, seseorang tidak hanya akan mempercayai apa yang dia ketahui; dia mungkin hanya mempercayai apa yang secara cukup lekat berhubungan (sebagaimana halnya dengan kesimpulan) dengan apa yang tanpa bukti kita duga bahwa dia tahu. Hal ini mungkin banyak ditemukan melalui logika prediksi. 

Melalui daripada itu bila dinegasikan bahwa jika seseorang mungkin dikatakan mempercayai p hanya karena dia mungkin dikatakan mengetahui p, maka kepercayaan itu tidak akan ditafsirkan sebagai keadaan psikologis tertentu (karena, jika p tidak ada tesis menjadi salah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun