Mohon tunggu...
Alfonsius Febryan
Alfonsius Febryan Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi 'Fajar Timur'-Abepura, Papua

Iesus Khristos Theou Soter

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Gema Moralitas di Hadapan Hukum

2 September 2020   21:46 Diperbarui: 2 September 2020   22:15 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dikutip dari Sastrapratedja (Etika dan Hukum: Relevansi Teori Hkm Kodrat Th.Aquinas), hukum pada dasarnya merupakan peta jalan menuju kebahagiaan. Hukum merancangkan atau memetakan arah yang harus diambil manusia dalam perbuatan, jika manusia ingin mencapai tujuan akhir yang ingin dicarinya. Peta tersebut adalah hasil karya akal budi manusia, sebab sebelum peta itu dibuat terlebih dahulu orang harus memikirkan tujuannya dan jalan yang dapat menuntunnya ke arah tujuan tersebut. 

Dalam hal ini, hukum selalu merupakan perintah atau petunjuk akal budi yang mengatur perbuatan manusia menuju sasarannya, yaitu kebahagiaan: tujuan hidup yang akan dicapainya melalui masyarakat, dalam arti keluarga, bangsa ataupun negara. Untuk meyakinkan apakah hukum mencerminkan kehidupan manusia yang tertata dan menunjukkan realitas manusia sebagai makhluk moral, kiranya perlu diselidiki antara hukum dan moralitas serta hubungan antara hukum, moral dan konsep-konsep tentang keadilan.

Hukum dan moralitas

Relasi hukum dan moral memiliki hubungan secara dialektis. Hubungan dialektis ini membentuk suatu relasi fungsional resiprokal di antara keduanya. Artinya, ada pengaruh timbal balik antara hukum dan moral dalam berbagai aspek kehidupan manusia, ada kontribusi moral terhadap hukum dan kontribusi hukum terhadap moral. Moralitas suatu masyarakat memengaruhi produk hukum, sedang hukum mempengaruhi pandangan baik dan buruk masyarakat tersebut. 

Pertama, aku ingin sejenak menyampaikan pikiranku terkait problema moralitas, yakni bahwa adanya fakta natural dalam kehidupan manusia dan mudah terancam bahaya. 

Hal tersebut termaktub ketika manusia berdasarkan refleksi dirinya memiliki kemampuan fisik dan intelektual yang kurang lebih sama, manusia memiliki kehendak baik (good will) yang terbatas terhadap orang lain; manusia memiliki keterbatasan untuk melihat ke masa depan serta untuk mengontrol dirinya; dan sumber daya yang dibutuhkan manusia terbatas kesediaannya. 

Dari problema tersebut manusia tentu tidak mudah menentukan asas tetap bagi identitas dirinya, jika tak terdapat payung hukum untuk membina dirinya menjadi seorang persona. Oleh karena itu hukum ada demi memanusiakan manusia dan menciptakan satu pola pada hidup manusia, yakni ketertiban terhadap diri sendiri dan tanggung jawab terhadap orang lain.

Untuk itulah konsep hukum yang ingin kujabarkan lebih kepada pemikiran Thomas Aquinas, terkait keadilan. Adalah hukum didefiniskkan sebagai aturan dan ukuran perbuatan yang mengarahkan atau melarang manusia berbuat. 

Pertama, jika mengarahkan perbuatan, maka aturan dan ukuran tersebut membimbing manusia mencapai kebaikan individualnya, yaitu pemenuhan akan daya kodratinya secara rasional. Meskipun demikian menurut Thomas, kebaikan hanya dapat terwujud jika ada cinta manusia terhadap sesamanya dan hal tersebut terwujud di dalam keadilan. 

Di dalam konteks kehidupan sosial manusia itu pulalah, hanya cinta yang dapat menjamin kebebasan setiap individu sehingga manusia dapat mencapai kebahagiaan atau kebaikan umum. 

Dengan kata lain, jika akal budi merupakan asas pertama perbuatan manusia dan hukum merupakan aturan dan ukurannya, maka sudah seharusnya hukum bersumber pada akal budi. Jika hukum disusun supaya dapat mengikat perbuatan manusia menuju tujuan akhir, yaitu kebaikan maka harus keadilan-lah yang berperan dan di ketaatan untuk berlaku adil itulah kunci untuk mencapai kebaikan umum.

Siapa mo Help?

Berdasarkan tinjauanku yang masih hanya sekadar saja, terlihat bahwa fenomena hukum dan moralitas ini tidak lagi sejalan seperti pemaparan Aquinas. Berbicara tentang hukum nuansa yang tercipta justru pidana dari pasal ke pasal, berbincang tentang moralitas justru menjurus ke arah agama di mana merupakan privasi dari seorang person. 

Aku ingin sejenak berargumen tentang ini, bahwa moralitas itu sifatnya timbal balik dengan hukum. Di mana moralitas membimbing manusia pada kebaikan dari melalui nilai-nilai dan hukum menyempurnakannya agar layak hidup berelasi dengan sesama dan juga orang lain. 

Pada moralitas, identitas diri sangat begitu kental, di mana adanya kecenderungan, kebebasan, dan juga tanggung jawab untuk menentukan diri seutuh-utuhnya berdasarkan nilai-nilai dasar, baik itu dalam keluarga maupun adat istiadat demi mewujudkan kemanusiaan yang insani serta unik. 

Lalu di balik hukum terdapat ketertiban, keselarasan, dan juga keseimbangan, agar nilai-nilai yang dibawa dari moralitas tersebut dapat terlindungi serta dapat dihayati demi kebaikan umum dan juga dapat diterima oleh semua kalangan. 

Hanya hingga detik ini, ketika semuanya dipandang sama oleh hukum justru moralitas tak lagi unik dan sangat begitu malu untuk bersahabat dengan hukum. 

Mengapa? Karena memang payung hukum merupakan pegangan dari setiap kalangan, apapun perbuatan dan tabiatnya haruslah berdasarkan hukum, semua dapat dilakukan jika ada hukumnya. Moralitas tetaplah hanya untuk ranah nasihat dan ceramah bagi kerabat yang mungkin apes karena kekurangan moralitas.

Jadi yang ingin kusampaikan bahwa moralitas itu pengampu bagi hukum untuk meletakkan ketertibannya demi tujuan apa. Sebab di dalam moralitas ada pendidikan nilai dan juga daya timbang dari semua tindak-tanduk yang kiranya dapat mengantisipasi siapapun manusia agar tak terjerat hukuman.

Dari moralitas, identitas diri yang unik dapat terpelihara demi kemanusiaan yang utuh. Adanya moralitas mungkin akan memberi hukum sebuah evaluasi terhadap tata tertibnya di mana mungkin tak lagi diselesaikan dengan pasal tetapi dengan akal. 

Keberadaan moralitas patut dijunjung tinggi karena moralitas itu senantiasa mendidik dan bahkan membuat keteriban di dalam hukum yang sesungguhnya tidak perlu dapat diminimalisir. 

Mari kita junjung tinggi moralitas kita dan jangan takut bercengkrama kembali dengan keunikan yang ada dalam budaya serta adat istiadat, di mana kekayaan identitas moral tersebut masih sangat bergema, jika siapapun hati terketuk untuk menjadi manusia yang terus menerus belajar.

Sang Surya, 2 September 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun