Mohon tunggu...
Alfonsius Febryan
Alfonsius Febryan Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi 'Fajar Timur'-Abepura, Papua

Iesus Khristos Theou Soter

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Sejenak Berdiskusi tentang Moralitas

20 Mei 2020   08:54 Diperbarui: 20 Mei 2020   09:40 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi Immanuel Kant, manusia sebagai makhluk rasional bertanggungjawab atas hidupnya sendiri dan dalam konteks inilah moral memiliki arti yang sangat menentukan. Moralitas merupakan kekhususan dari makhluk rasional, sebab berkati rasionya manusia menjadi makhluk yang bermartabat, artinya ia menjadi tujuan pada dirinya sendiri dan tidak pernah boleh dijadikan sarana untuk tujuan lain. 

Maka dasar dari kewajiban bukanlah kodrat ataupun ketaatan pada Allah, melainkan pada hukum moral yang dapat dikatakan menjadi habitat dari makhluk-makhluk rasional. Sehingga dengan begitu Allah hanya menjadi jaminan psikologis untuk kelangsungan moral manusia. [6]

Melalui paham Immanuel Kant, otoritas manusia sungguh dihargai dalam menentukan kualitas dirinya. Seseorang yang mampu menjalankan moral adalah orang yang otonom, yang bertindak atas pertanggungjawaban dirinya sendiri. Ia tidak melemparkan tanggung jawabnya pada oknum orang lain yang memberi perintah di luar dirinya. 

Lalu apakah yang ditawarkan oleh Immanuel Kant sesungguhnya? Yakni hukum moral dalam hati, di mana merupakan konsep penting Immanuel Kant, sebab menandai kekhususan manusia dibandingkan makhluk-makhluk lain. 

Itulah sebabnya suara hati bagi Kant merupakan pusat kedudukan martabat manusia. Sehinngga bagi Kant manusia mesti mendengarkan suara hatinya sendiri bukan suara Tuhan yang berbisik dari atas, melainkan suara yang muncul dari kesadaran diri sendiri, yang dibimbing oleh cahaya rasio praktis, untuk menentukan tindakan mana yang baik dan harus dilakukan. 

Oleh karena iu terlebih dahulu rasio haruslah bersifat universal agar apa yang menjadi keputusan di dalam rasio tersebut bertindak pula dalam pendasaran pertimbangan rasio sesuai keputusuan semua orang lain di mana dalam kasus yang sama bertindak pula atas dasar rasio.

Bingkai moral dalam postmodernisme

Dalam era postmodernisme[7], isu moral bergeser lagi. Tepat ketika dapat nama Emmanuel Levinas memperkenalkan teori tentang 'yang lain.' Levinas memperlihatkan bahwa norma moral tidak pernah ditentukan oleh diri sendiri. 

Seluruh perkembangan etika klasik hingga modern memperlihatkan bahwa nilai-nilai moral pada akhirnya berpusat pada aku, pada diri sendiri. Meskipun perintah kewajiban berasal dari Allah atau kodrat alamiah, namun cita-cita dan tujuan kebaikan itu pada akhirnya mengarah pada diriku, martabatku, entah sebagai makhluk istimewa, imago Dei, kodrat yang baik ataupun pribadi yang otonom sebagaimana dipaparkan oleh Immanuel Kant. 

Bagi Levinas 'Yang lain' bukanlah pihak seperti engkau, untuk diajak berinding membuat perjanjian, kompromi atau percintaan sekalipun, yang bisa mengembalikan imbalan pada apa yang telah diberikan atau diuntut untuk mendapat balasan, justu 'Yang lain' adalah sesama bukan yang asing melainkan tetangga sesaa ita manusia. 

Maka seringkali filsafat Levinas disejajarkan dan diperbandingka dengan filsafat Gebriel Marcel dan Martin buber yang melihat konsep Levinas di dalam relasi yang seimbang dan tidak terputus Aku-Engkau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun