Di rak dapur rumah kami, terdapat dua buah gelas yang berbeda dari yang lain. Kedua gelas ini cantik, bagus, eistetik dan pilihan. Maka tak jarang saat aku dan suami hendak bersantai menyeruput kopi atau teh, dan bahkan hanya untuk meminum air putih saja, kita akan memilih dua gelas ini. Mereka menjadi gelas spesial yang biasa kami ambil untuk menemani teman minum.
Tak perlu disebut ini milikku, dan itu miliknya, kita sudah mencirikan masing-masing gelas. Gelas yang berwarna corak pink, softly, cantik, dan eistetik, itu punyaku. Sementara suamiku gelas kedua yang bercorak abu. Begitu mengkilap, mengkilau, sangat menly.
    Suatu saat tibalah rumah kami kedatangan tamu. Seorang kerabat kerja suamiku. Lantas segera kusuguhkan air mineral dan buah sebagai pelengkap menu makan kami pada pertemuan siang hari itu.
Suamiku menghampiri ke dapur untuk membantu apa yang tengah ku persiapkan. Sontak ia berkata padaku mengenai gelas yang kuisi es batu untuk dibawa ke ruang tamu. Saat itu aku tak mengerti makna pertanyaannya.
"gelasnya yang itu? Ga bisa yang lain saja?" (pintanya)
"kenapa memangnya? Sama saja kok. Sudah terlanjur disiapin nih." (jawabku seketika. Menuju ruang tamu  sambil membawa nampan berisi gelas serta tumbler yang penuh air mineral)
    Kedatanganku di ruang tamu, disusul oleh suamiku yang dengan sigap bantu menyediakan minum. Ia mengambil gelas bercorak abu, lantas menyuguhkannya ke tamu tersebut. Sementara gelas yang corak pink ia taruh di atas meja tempat ia duduk.
Singkat cerita makan siang telah usai. Tamu tersebut berpamit pulang saat sudah selesai berbincang kembali, selepas makan. Rupanya suamiku pun ikut pergi. Ada suatu urusan, mereka menuju workshop kerja interior suamiku.
Sesaat setelah mereka pergi akupun kembali ke ruang tamu, membereskan meja dan sofa. Kemudian dilanjut membersihkan piring dan peralatan makan yang baru saja dipakai.
Sampai pada moment mencuci gelas yang sudah di pakai tamu, akupun langsung tertegun berfikir kejadian pada saat di dapur tadi.
Setelah difikir, tentu saja suamiku menanyakan hal itu. Dia bermaksud agar aku segera mengganti gelas yang lain. Ia tidak ingin gelas yang biasa dipakai untuk pribadi, ikut disuguhkan kepada orang lain. Baginya gelas itu miliknya. Pantas saja saat di ruang tamu tadi, ia dengan cepat memilih memberikan gelasnya, daripada harus gelasku. Ia tidak ingin gelas yang biasa diminum oleh istrinya, tercampur oleh orang lain.Â
Jadi teringat sebuah kalimat yang dulu pernah ia ucapkan padaku.
" Kita itu wajib memiliki jiwa kepemilikan. Jadi, segala sesuatu yang kita punya, apapun itu yang kita miliki, kalau kita memegang prinsip tersebut, niscaya kita akan menjaga dan memelihara apa yang menjadi milik kita. Karena hal tersebut adalah cerminan dari rasa tanggung jawab. Contohnya hafalan Al-Qur'an. Kalau kita merasa hafalan Alquran kita adalah harta berharga yang kita punya, maka kita harus mau dan mampu untuk menjaganya. Karena kita merasa ia milik kita. Jangan sampai dilepas, jangan sampai terlepas. Dijaga dan dipelihara."