Berarti, bisa dibilang orang yang sedang kecewa atau marah, memang sedang berada didunianya sendiri, tidak terfikir untuk melihat sudut pandang orang lain. Mereka lupa, padahal jalannya kehidupan tidak diperuntukkan untuk satu orang saja.
Jangan salah paham, saya menulis ini semata-mata ingin menegur diri sendiri juga. Saya kira, tidak ada manusia yang hidup di muka bumi yang tidak pernah merasakan kecewa. Karena kecewa sudah menjadi kodratnya manusia, jadi wajar saja kecewa, toh masih manusia. Masalahya, hanya bagaimana respon kita setelah kecewa.
Apakah setelah kecewa kita akan menerima atau menyangkal. Apakah akan berdamai atau memberontak. Apakah akan mengikhlaskan atau melakukan pembenaran diri secara paksa. Setelah kita memilih salah satu dari semuanya, tentu perilaku kita seterusnya dipengaruhi respon awal itu. Tapi satu hal yang pasti, kita harus mau menerima konsekuensi perilaku kita.
Berbicara tentang kekecewaan, saya pikir itu berhubungan dengan optimisme dan pesimisme. Kekecewaan bisa membuat kita bertumbuh, sama halnya juga bisa membuat kita terpuruk. maka dari itu, setelah kecewa, setiap kita pasti memiliki pilihan. Apakah ingin bertumbuh atau terpuruk. Maka, bukankah artinya, kecewa adalah tahapan penting yang perlu dilalui manusia?, entah itu membuatnya bertumbuh atau terpuruk, untuk mengetahui siapa yang lolos di-uji oleh-Nya?.
Tidak ada kebebasan sejati melebihi orang yang dapat berdamai pada kekecewaannya. Orang yg bisa melalui kekecewaanya secara damai, tidak mungkin mempunyai belenggu yang dapat membawanya terbang lebih jauh. Mau terbang kemanapun ia tidak ambil khawatir tentang adanya orang yang akan membicarakannya, membencinya, atau apapun itu konsekuensinya. Itulah artinya kebebasan sejati, ketika kita sudah berdamai pada diri sendiri, terhadap kekecewaan yang telah kita lalui.
Contoh kecilnya, tanyalah pada orang yang pernah kehilangan barang berharganya lalu alih-alih mendoakan keburukan dan kesengsaraan pada pencuri, melainkan malah mengikhlaskan dan dimohon dibukakan pintu hikmah kepadanya dari Allah SWT. Tanyakanlah padanya yang telah berdamai dengan keadannya itu, bagaimana keadaanya saat ini, apa yang telah Allah SWT. ganti darinya.
atau tanyalah pada orang yang telah kehilangan seseorang yang menurutnya paling berharga baginya, lalu ia ikhlas dan berdamai dengan keadaannya. Sampai saat ini, tanyakanlah apa hikmah dan apa yang telah Allah SWT. ganti darinya. Saya yakin, tidak ada yang lain, selain kebaikan.
Sekarang bandingkan dengan seseorang yang di uji, sekecil apapun ujiannya menurut mayoritas orang, namun dalam menjalani ujian itu selalu menyalahkan orang lain, tidak terima dengan takdir, dan selalu menggerutu ketika dihadapi pada suatu masalah. Tidak refleksi diri, selalu menyangkal dengan pembenaran diri, jauh untuk sedia melakukan evaluasi. Pada akhirnya, dari mereka semua, siapa kira-kira yang akan dapat selalu survive dan diberkati?.
Itulah artinya, berdamai adalah pembebasan, dan pembebasan artinya terbang, tumbuh, berkembang dan In Syaa Allah mendapatkan berkah .
Sekarang giliran anda, setelah kecewa, memilih berdamai untuk berkembang atau menyangkal untuk terpuruk.
“Penderitaan hanyalah sementara, menyerah berakibat untuk selamanya”