Mohon tunggu...
Alfina Rahmawati Sugito
Alfina Rahmawati Sugito Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Malang

Hidup ini memang fiksi. Seringkali hanya imajinasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Masih Lemahnya Penegaan HAM Di Indonesia

6 Desember 2020   23:56 Diperbarui: 7 Desember 2020   00:03 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Assalamualaikum sobat, pada kali ini saya akan membahas tentang HAM. Tentunya kalian sudah tidak asing lagi dengan kata ini bukan. Tetapi apakah kalian sudah paham benar mengenai penerapan HAM di Indonesia?, kalau belum, yuk simak artikel ini sampai selesai yaa.

Hak Asasi Manusia atau yang lebih dikenal dengan sebutan HAM merupakan suatu hal yang tidak pernah bisa terlepas dari diri seseorang dan tidak ada satu pun yang bisa dengan segampangnya menyabut HAM orang lain. Karena HAM akan selalu melekat pada diri setiap orang, kapan pun dan di mana pun mereka berada. Dan untuk melindungi HAM seseorang maka di Indonesia telah menciptakan peraturan perundangan yang mengatur tentang perlindungan HAM pada pasal 27 sampai pasa 34 UUD 1945.

Namun jika berbicara mengenai pemberlakuan HAM di Indonesia, tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak kasus-kasus melanggar hukum yang bertentangan dengan HAM. Walau Negara Indonesia merupakan negara hukum, tetapi realitanya hukum yang ada di Indonesia itu runcing di bawah tetapi tumpul di atas. Maksudnya bahwa hukum terasa tegas untuk kalangan bawah tetapi hukum tidak tegas untuk kalangan orang-orang yang memiliki jabatan yang tinggi. Dengan begitu orang-orang yang memiliki uang atau memiliki jabatan tinggi nantinya yang akan bisa berbuat sewenang-wenang dan tentunya ini sangat tidal adil bagi rakyat menengah kebawah.

Saya ambil contoh dari kisah mengenai Nenek Arsyani dan Pak Harso. Nenek Arsani yang diduga mengambil 7 batang pohon jati yang diduga milik Perhutani. Padahal menurut Nenek Arsyani, jati tersebut diambil dari lahan yang digarapnya. Kisah tersebut tidak berbeda dengan yang dialami Bapak Harso. Pak Harso dilaporkan ke polisi karena dituduh menebang pohon di kawasan Hutan Suaka Margasatwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Paliyan, Gunungkidul, DIY. Karena tuduhan itu, Pak Harso dinilai merusak hutan dan melawan hukum. Dia pun dituntut 2 bulan penjara dan denda Rp 400 ribu subsider 1 bulan penjara. Padahah Pak Harso hanya ingin mengembalikan pohon yang melintang di lahannya itu ke BKSDA. Karena habis terjadi kebakaran di lahan BKSDA Paliyan yang lokasinya berdekatan dengan lahan miliknya. Namun langkahnya itu membawa Harso menyandang status tersangka hingga akhirnya dia ditahan Polsek Paliyan Gunungkidul.

Kasus seperti Nenek Arsyani dan Pak Harso membuka mata kita bahwa hukum di Indonesia menutup hati nurani. Padahal yang mereka lakukan adalah untuk mempertahankan hidup di tengah kemiskinan mereka. Tentunya ini bertentangan dengan UUD Tahun 1945 pasal 28 A yang berbunyi "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Dengan pelanggaran hukum sepele yang mereka lakukan, mereka harus dihadapkan dengan hukum dalam usia mereka yang telah renta. Sebenarnya kasus mereka masih bisa dimusyawarahkan secara internal, tetapi langkah lembaga tertentu untuk membuikan mereka sebagai pelajaran untuk orang lain tentunya sangat kelewatan.

Kasus tersebut tentunya sangat berbeda dengan kasus  yang dihadapi dengan koruptor, penanganan kasus koruptor terkesan lamban. Bahkan para koruptor yang jelas-jelas dijadikan tersangka masih bisa berjalan keluar masuk penjara dengan mudahnya. Tidak hanya itu, penjara atau ruang tahanan koruptor di berbagai Lapas bahkan dilengkapi dengan AC, kamar tidur, bahkan lemari pendingin. Sedangkan para penghuni tahanan yang merupakan kasus kecil dan tidak merugikan negara, mereka dibui di jeruji besi dan tidur hanya diatas lantai. Apakah itu bisa dikatakan adil? Padahal dalam pasal Pasal 28 D berbunyi "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum".

Berdasarkan uraian dan pembahasan HAM di Indonesia, bisa kita simpulkan bahwa pelaksanaan HAM di Indonesia masih belum bisa bersikap adil. Pelaksanaan HAM dikesampingkan dan tidak dijadikan sebagai rujukan yang memiliki nilai hukum. Kedudukan yang sama di depan hukum terbantahkan karena uang, kedudukan, dan jabatan seseorang. Oleh karena itu, perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusiaan.

SEMOGA ARTIKEL INI DAPAT  BERMANFAAT YA. TERIMAKASIH :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun