Mohon tunggu...
alfina trianaa
alfina trianaa Mohon Tunggu... mahasiswa

saya seorang mahasiswa program studi ilmu administrasi publik, memiliki hobi mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pandangan Mahasiswa terkait Kasus Korupsi CPO : Rp11,8 Triliun bukan sekedar angka

5 Juli 2025   07:29 Diperbarui: 5 Juli 2025   07:29 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Korupsi masih jadi masalah besar yang terus menghantui negeri ini. Salah satu yang bikin publik tercengang adalah penyitaan dana Rp11,8 triliun oleh Kejaksaan Agung dari lima perusahaan yang tergabung dalam Wilmar Group, karena diduga terlibat dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Kejaksaan Agung menyita total uang senilai Rp 11.880.351.802.619 yang berasal dari lima korporasi dalam Wilmar Group. 

Tentu kami menghargai langkah tegas Kejaksaan Agung dalam menyita dana tersebut. Tapi jujur saja, kami juga merasa bingung dan heran mengapa lima perusahaan tersebut justru tidak dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Tindak pidana korupsi (Tipikor)? Bukankah pengembalian uang dalam jumlah besar bisa menjadi indikasi kuat adanya penyimpangan? Pertanyaan ini bukan muncul dari rasa curiga semata, tapi dari rasa tanggung jawab sebagai bagian dari generasi muda yang sedang belajar memahami nilai-nilai integritas, keadilan, dan transparansi dalam sistem pemerintahan.

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengembalian uang yang hilang tidak serta merta menghentikan hukuman bagi para pelaku. Artinya, meskipun uang negara sudah dikembalikan, langkah hukum tetap harus terus dilakukan hingga ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Jadi, wajar saja jika kemudian muncul pertanyaan mengapa persoalan ini seolah berhenti pada pengembalian uang saja, tanpa adanya proses hukum yang adil dan terbuka di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

Sebagai mahasiswa, saya meyakini bahwa kita tidak boleh hanya mengutuk korupsi, tetapi juga harus berperan aktif dalam mengawasi dan menyuarakan perubahan. Kita harus menjadikan diri sebagai bagian dari gerakan moral, bukan penonton pasif. Rp11,8 triliun bukan sekadar angka di laporan keuangan negara. Dana sebesar itu dapat digunakan untuk membangun ribuan sekolah, memperkuat layanan kesehatan, dan memperbaiki infrastruktur di daerah tertinggal.

Namun saya percaya, harapan belum padam. Selama masih ada penegak hukum yang berani dan masyarakat sipil yang kritis, termasuk mahasiswa, maka peluang untuk menciptakan perubahan tetap terbuka lebar. Tetapi perubahan itu tidak datang begitu saja. Kita harus bertanya, memantau, mengkritisi, dan mendesak kejelasan atas setiap proses hukum yang menyangkut kepentingan publik. Keadilan bukan hanya sekadar slogan. Ia adalah perjuangan kolektif yang harus diperjuangkan dengan keberanian, konsistensi, dan keterlibatan aktif. Dan perjuangan itu harus dimulai dari kita mahasiswa yang peduli terhadap masa depan bangsanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun