Mohon tunggu...
Alfian Nur Mujtahidin
Alfian Nur Mujtahidin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sekolah Dokter Semester 7 | Penggemar Bulutangkis | Bermimpi suatu saat bisa jadi Penulis\r\nTwitter : @alfiannurm

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jurusan FK Dipecah Dua?

22 Januari 2015   02:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:38 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Halaman Depan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

Pagi hari ini, seorang teman saya memuat suatu foto yang berjudul "Jurusan FK dipecah dua". Foto yang diambil dari salah satu koran nasional Jawapos tersebut menarik sekali untuk dibaca, terutama bagi mereka yang akan memilih dan melanjutkan pendidikan kedokteran setelah lulus dari SMA. Telah menjadi rahasia umum bahwa melanjutkan pendidikan di sektor kesehatan, terutama kedokteran merupakan impian dari sebagian siswa SMA. Eksklusifitas dari kedokteran itu sendiri, hingga "kerennya" makhluk berjas putih dan iming-iming gaji yang besar, seolah menjadi daya tarik sendiri untuk menjadi seorang dokter. Tak ayal, dihampir setiap tahun penerimaan mahasiswa baru, program studi Pendidikan Dokter selalu menjadi primadona. Membaca isi berita tersebut, dijelaskan bahwa panitia seleksi mahasiswa baru 2015 sedang menggodok wacana untuk memisahkan pendidikan dokter menjadi dua yakni yang akan berorientasi sebagai klinisi (menjadi dokter.red) dan yang berorientasi menjadi akademisi (menjadi dosen.red). Hah, jadi ? Sungguh menarik untuk dibaca.

Gambar Capture di Koran Jawapos (sumber foto https://www.facebook.com/fwidyatama?fref=photo)

Menengok kebelakang kita ketahui bahwa selama ini seseorang menjadi dokter akan melewati banyak masa dan tahapan. Secara garis besar dan umum diketahui bahwa seseorang akan melewati dua tahap sebelum seseorang itu resmi memakai jas putih dokter. Pertama adalah fase pre klinik yang ditempuh selama 3,5 tahun dan akan lulus dengan gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked). Lulusan sarjana kedokteran ini setara dengan lulusan-lulusan sarjana yang lain seperti sarjana Teknik, sarjana Ekonomi, dan lainnya. Setelah lulus ini pun sebenarnya mahasiswa kedokteran itu diberi pilihan apa langsung melanjutkan ke tahap selanjutnya menjadi dokter atau melanjutkan ke tahap Magister (S2) dan lanjut ke Doktor (S3). Sayangnya, hampir 100% mahasiswa lulusan sarjana kedokteran, mengambil tahap untuk menjadi dokter, karena sebagian besar dari mereka tentu menjadi dokter cita-citanya. Maka dari itu tahap selanjutnya adalah menempuh fase klinik atau orang bilang sebagai dokter muda. Pada fase ini, dokter-dokter muda tersebut ditempa kemampuan atau skill dalam melakukan anamnesis untuk menggali gejala pasien, tatalaksana terhadap suatu kasus penyakit, maupun skill keterampilan medis lainnya. Sebagian besar fase tersebut dijalani oleh dokter muda di rumah sakit. Setelah menjadi fase klinik selama dua tahun, tibalah saatnya mereka mengikuti ujian Nasional untuk menjadi dokter dan disumpah untuk menjadi dokter. Kembali ke berita tadi, apakah pemecahan tersebut dimaksudkan untuk memecah program studi yang selama ini ada menjadi dua pilihan, sehingga lulusan SMA tersebut diberi pilihan untuk menjadi dokter dan pilihan lainnya menjadi akademisi. Maksudnya dalam nanti memilih program studi mereka sudah ada pilihan Pendidikan Dokter Klinisi dan Pendidikan Dokter Akademisi atau cuma ada satu Pendidikan Dokter namun nanti setelah mereka diterima di universitas, pihak universitas lah yang akan menyeleksi sendiri mana yang bisa lanjut hingga klinisi dan hanya sampai di akademisi saja. Jika seperti itu mungkin nantinya output dari lulusan itu ada dua, mereka yang memilih jadi akademisi tidak akan pernah menyandang gelar dokter dan tentu tidak akan diberi izin untuk membuka praktek kedokteran. Sedang, bagi mereka yang memilih menjadi dokter maka sejak awal sudah difokuskan untuk mengasah kemampuannya menjadi dokter, menyiapkan mentalnya menjadi dokter, dan siap untuk mengabdi demi meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Namun, tentu wacana ini menjadi perdebatan sendiri dikalangan mahasiswa kedokteran. Banyak yang beranggapan bahwa seorang akademisi kedokteran tidak bisa lepas dari dirinya menjadi klinisi dan begitu sebaliknya. Disisi lain, ide tersebut mungkin dicetuskan mengingat bahwa masyarakat sendiri beranggapan bahwa sekolah kedokteran itu ya yang menjadi dokter, padahal ada sisi lain bagi mereka untuk menjadi akademisi, dan peneliti. Sehingga beberapa pihak terutama stakeholder kita, beranggapan bahwa di Indonesia sisi akademisi dan peneliti ini masih kurang, di kampus saya sendiri mereka dosen-dosen yang mengajar terutama di fase preklinik banyak yang sudah senior dan regenerasi pengajar di preklinik seperti berjalan mandek. Padahal kampus saya merupakan salah satu kampus dengan pendidikan kedokteran tertua di Surabaya. Lantas bagaimana dengan kampus-kampus yang swasta dan baru ? Kualitas pengajar pre klinik mereka. Survei kecil di kampus saya sendiri, tidak banyak atau bahkan tidak ada sama sekali dari teman-teman saya yang ingin menjadi dosen atau akademisi, kebanyakan dari mereka ingin menjadi klinisi, dokter spesialis yang menjanjikan penghasilan lebih banyak. Atas dasar alasan-alasan itulah mungkin para stakeholder kita ingin memecah FK jadi dua, mereka ingin agar dokter-dokter Indonesia kualitasnya baik dan disisi lain mereka ingin juga regenerasi pengajar untuk FK terutama untuk pengajar preklinik tetap ada dan berkualitas. Kembali lagi bahwa entah ini wacana atau bukan, namun apapun itu program pendidikan kedokteran memang harus selalu dibenahi dan benahi terus. Hal ini mengingat majunya kedokteran saat ini ditambah masih timpangnya akses dan pelayanan kedokteran di Indonesia, serta ditengah penilaian masyarakat yang masih buruk akan kinerja dokter. Akhir kata, apapun itu semoga semuanya apapun programnya tujuannya hanya untuk satu yakni menjadikan Indonesia lebih Sehat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun