Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Ini Alasan Pentingnya Menjaga Keseimbangan dalam Bekerja

30 Januari 2021   08:26 Diperbarui: 31 Januari 2021   21:48 1385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah anda workaholic (penggila kerja)?

Atau situasi kerja memaksa Anda untuk pulang larut dan berangkat pagi-pagi sekali? Dulu saya begitu. Pernah saya bekerja di sebuah perusahaan Jepang yang berlokasi di Kota Batam, Kepulauan Riau. Disana tiada hari tanpa lembur. Saya selalu berangkat jam 7 pagi. Pulang jam setengah 10 malam. 

Kalau pas lagi ada shipping (pengiriman) itu malah kadang bisa sampai jam 12 malam. Itu saya jalani dari Senin sampai dengan Jumat. Hari Sabtu pun saya wajib masuk untuk lembur. Mendapat tambahan lembur itu memang menyenangkan bagi pekerja. Uang banyak. Jujur saja lebih banyak upah lemburnya daripada gaji aslinya. 

Tapi serasa tidak bisa menikmati hidup. Badan sungguh remuk redam. Tulang serasa hampir patah. Betul-betul tingkat stres naik. Otak seperti sulit bernafas. Penat sekali. 

Yang dipikirkan hanya kerja, kerja, dan kerja. Hampir tak sempat memikirkan hal lain. Situasi kerja yang demikian padat sesungguhnya bukanlah keinginan saya. Karena memang pegawai seolah dipaksa untuk bekerja ekstra keras. Situasi ini membuat saya hanya bertahan 9 bulan.

Ada lagi cerita seorang teman. Sekarang beliau sudah almarhum. Kami adalah rekan seangkatan kuliah. Bekerja merantau sama-sama. Sampai akhirnya beliau memutuskan resign dan pindah kerja. 

Beliau memang orang yang sangat ambisius. Pada awal merantau di Jakarta, diusianya yang masih muda (waktu itu 21 tahun), impiannya sudah sangat tinggi. Beliau memang bukan dari keluarga kaya. Tekadnya adalah tidak akan pulang ke kampung halaman kalau belum sukses. 

Akhirnya beliau bekerja sangat keras. Pulang kantor, beliau masih akan lanjut sampai malam mengerjakan pekerjaan sampingannya. Diantara rekan seangkatan kami, beliaulah orang yang pertama bisa membeli rumah dari hasil usahanya sendiri. 24 tahun sudah bisa membeli rumah. 

Beliau juga berhasil merenovasi rumah orangtuanya di kampung halaman. Namun takdir berkata lain. Tuhan memanggilnya di usia 26 tahun karena sebuah kecelakaan lalu lintas. Tapi satu hal, saya mengingat almarhum sebagai sosok pekerja keras dan ambisius. Waktu itu baginya seperti emas. Amat sangat berharga.

Bekerja itu baik bukan? Apalagi menjadi seorang pekerja keras. Tidak ada salahnya menjadi seorang pekerja keras. Seorang pegawai yang bekerja keras akan dianggap sebagai pekerja yang memiliki loyalitas serta etos kerja yang tinggi. 

Pegawai semacam ini akan disukai oleh bos. Tetapi apakah bekerja keras tanpa mengenal waktu itu baik? Menurut saya sih baik untuk kantong tetapi tidak bagi kesehatan dan hubungan keluarga. 

Lho, bukanlah istri dan anak senang bila ayah atau suaminya menghasilkan uang banyak? Ya pasti senanglah. Mana mungkin tidak. Tetapi apakah mereka akan bahagia apabila suami sebagai kepala keluarga tidak pernah memiliki waktu untuk keluarganya. Jangan lupakan juga masalah kesehatan yang mungkin timbul akibat dari pola hidup yang tidak seimbang.

Inilah pentingnya menjaga keseimbangan dalam bekerja.

Menjaga kesehatan diri

Orang yang gila kerja cenderung memiliki waktu istirahat yang kurang. Biasanya akan diikuti pula oleh pola makan dan olahraga yang tidak teratur. Hal yang demikian tentu akan membawa pengaruh pada kesehatan si pekerja.

Menjaga kesehatan mental

Wih, serius banget. Bawa-bawa mental segala. Emang bisa berpengaruh pada kondisi kejiwaan? Why not? Tentu saja bisa. Mudahnya ketika seseorang tidak pernah menyempatkan untuk refresh, kondisi psikisnya mungkin terganggu. Cepat marah, tidak tenang, banyak pikiran. 

Ini karena tingkat stresnya naik. Jadi tak ada salahnya untuk melakukan refreshing sejenak. Berhenti sejenak dari seluk-beluk aktivitas pekerjaan yang padat. 

Refreshing tiap orang itu berbeda-beda bukan? Ada yang piknik, ada yang dengan memelihara ikan, ada yang gowes, ada yang sibuk dengan tanaman hias, ada yang bepergian keliling kota, bermain dengan anak, dan sebagainya. Intinya semua kegiatan yang membuat otak menjadi segar kembali. Lakukanlah.

Konsentrasi kerja tetap terjaga

Kalau orang Jawa bilang "ngademke pikiran (mendinginkan pikiran) ". Maksudnya otak itu harus beristirahat. Jangan dipaksa untuk berputar terus. 

Orang yang terus bekerja dengan istirahat yang tidak cukup, bisa membuat konsentrasi berkurang. Akhirnya mudah lupa. Maka untuk bisa menjaga konsentrasi tetap baik perlu berhenti sejenak dari aktivitas kerja.

Beberapa faktor yang bisa mempengaruhi work life balance

1. Tekanan kerja

Contohnya seperti yang saya kisahkan pada awal artikel ketika pekerjaan memaksa saya untuk terus lembur meskipun raga dan pikiran sudah sangat payah. Waktu untuk hal lain sangatlah minim.

2. Cita-cita dan ambisi

Ada orang yang punya ambisi misalnya umur 30 tahun sudah harus bisa jadi manajer. Umur sekian harus bisa beli rumah, beli mobil, dan sebagainya. Mirip seperti cerita rekan yang saya ceritakan di atas yang bertekad tidak akan kembali ke kampung halaman sebelum sukses. Cita-cita dan ambisi itu baik. Kuncinya tetap harus bisa mengatur pola yang seimbang antara bekerja dan "bermain".

3. Kegiatan sosial diluar pekerjaan

Apakah memiliki kegiatan sosial itu buruk? Tidak juga. Tergantung bagaimana kita mengaturnya. Terlalu banyak berkegiatan di luar tentu juga bisa menyita waktu dan tenaga. Jangan sampai karena terlalu sibuk dengan komunitas sehingga waktu untuk diri sendiri dan orang tercinta menjadi hilang. Yang penting seimbang saja.

Wasana Kata

Bekerja keras untuk menghasilkan kekayaan itu tidak salah. Semua orang tentu ingin sukses. Yang terpenting jangan sampai jalan menuju sukses tersebut membuat kita mengorbankan banyak faktor lain seperti kesehatan fisik serta jiwa dan juga waktu untuk orang tercinta. Menjaga work-life balance itu penting.

Selamat berakhir pekan.

Semoga sukses selalu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun