Mohon tunggu...
Alfian Wahyu Nugroho
Alfian Wahyu Nugroho Mohon Tunggu... Penulis Artikel

Selamat membaca beragam tulisan yang menganalisis berbagai fenomena dengan teori-teori sosiologi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membahas E-Sport dari Sudut Pandang Sosiologi

9 Juni 2025   11:13 Diperbarui: 9 Juni 2025   11:13 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
E-Sport (Sumber: https://www.vecteezy.com/vector-art/7681089-esports-logo-template-with-trophy-for-gaming-team-or-tournament)

Beberapa waktu lalu, ada pernyataan dari Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia, Meutya Hafid, yang menyebut bahwa e-sport bukanlah olahraga karena tidak melibatkan aktivitas fisik yang menghasilkan keringat, telah memicu perdebatan di masyarakat. Menurutnya, olahraga seharusnya melibatkan aktivitas fisik yang memacu keringat, sehingga e-sport tidak memenuhi kriteria tersebut. Setelah membaca narasinya, saya cukup tertarik untuk membahas e-sport ini. 

E-sport, atau olahraga elektronik, telah berkembang pesat menjadi industri global yang melibatkan jutaan pemain dan penonton. Menurut laporan Newzoo Global E-sports Market Report 2024, industri e-sport global diprediksi akan mencapai $3,5 miliar pada tahun 2025, meningkat dari $1,38 miliar pada 2022.  Peningkatan ini didorong oleh pertumbuhan jumlah penonton dan gamer yang diperkirakan mencapai 700 juta orang pada 2025. Di Indonesia, e-sport juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Menurut data dari Asosiasi Game Indonesia (AGI), jumlah pemain e-sport aktif di Indonesia kini mencapai lebih dari 50 juta orang, menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar e-sport terbesar di Asia Tenggara. Industri ini tidak hanya berkembang dari segi jumlah pemain, tetapi juga memberikan dampak besar terhadap perekonomian digital di negara ini, dengan nilai industri mobile game sebesar US$1,5 miliar pada 2021. Lebih dari sekadar hiburan, saya akan mencoba menulis artikel tentang e-sport ini dengan mengaitkannya ke konsep konsep sosiologi. Melalui pendekatan sosiologi, kita dapat menelaah bagaimana e-sport membentuk berbagai dinamika sosial.

E-Sport Menjadi Produk Budaya Populer

E-sport telah berkembang menjadi fenomena budaya populer yang signifikan, terutama di kalangan generasi muda. Menurut Stuart Hall dalam bukunya The Popular Arts (1964), budaya populer adalah arena di mana makna dan identitas dikonstruksi melalui representasi dan praktik sehari-hari. Budaya populer tidak dapat dipandang hanya sebagai bentuk hiburan pasif yang dikonsumsi massa secara seragam. Ia melihat budaya populer sebagai arena pertarungan makna, tempat di mana kelompok-kelompok dalam masyarakat terutama kelas pekerja dan kaum muda menegosiasikan, menolak, atau mereapropriasi nilai-nilai yang dibentuk oleh budaya dominan. Dari perspektif ini, e-sport sebagai bagian dari budaya digital kontemporer harus dilihat lebih jauh daripada sekadar aktivitas bermain game. E-sport adalah bentuk artikulasi sosial dan budaya yang mencerminkan dinamika kekuasaan, resistensi terhadap norma-norma kerja tradisional, serta penciptaan identitas kolektif baru di ruang virtual. Selain itu, e-sport juga menjadi wadah ekspresi nilai-nilai baru yang lahir dari generasi digital. 

Hall juga mengembangkan konsep encoding/decoding dalam bukunya Encoding and Decoding in the Television Discourse (1973), yang menjelaskan bagaimana pesan media dikodekan oleh produsen dan didekodekan oleh konsumen dengan cara yang mungkin berbeda. Dalam e-sport, pemain dan penonton tidak hanya menerima konten secara pasif, tetapi juga aktif dalam menafsirkan dan memberi makna terhadap pengalaman bermain dan menonton, menciptakan ruang untuk resistensi dan reapropriasi budaya dominan. Platform media sosial khususnya YouTube yang memberikan fasilitas live streaming dalam pertandingan e-sport, telah menjadi saluran utama dalam menyebarkan budaya e-sport. Melalui live streaming tadi ataupun highlight pertandingan, dan konten kreatif lainnya, e-sport membentuk narasi visual dan komunitas virtual yang kuat. Dari beberapa penelitian pun, e-sport dapat mempengaruhi gaya hidup dan interaksi sosial masyarakat, menjadikannya bagian integral dari budaya populer saat ini. Dengan demikian, e-sport tidak hanya merepresentasikan perkembangan teknologi dan hiburan, tetapi juga mencerminkan dinamika sosial dan budaya yang kompleks.

Sebelumnya saya menyinggung kalau e-sport telah berkembang menjadi lebih dari sekadar kompetisi permainan digital, tapi juga menjadi wadah ekspresi nilai-nilai baru yang lahir dari generasi digital. Salah satu aspek yang baru dalam fenomena ini adalah terbentuknya komunitas-komunitas yang kuat dan relasi sosial yang erat di antara para pelaku dan penggemar e-sport. 

Konsep "komunitas imajiner" yang diperkenalkan oleh Benedict Anderson dalam bukunya Imagined Communities (1983) dapat digunakan untuk memahami bagaimana komunitas e-sport terbentuk.  Anderson menjelaskan bahwa komunitas imajiner adalah komunitas yang anggotanya mungkin tidak pernah bertemu secara langsung, namun merasa memiliki ikatan yang kuat karena berbagi identitas, nilai, atau tujuan bersama. Dalam konteks e-sport, para penggemar tim-tim seperti EVOS, RRQ, dan ONIC membentuk komunitas imajiner yang kuat.  Meskipun mereka tersebar di berbagai wilayah dan mungkin tidak saling mengenal secara pribadi, mereka merasa terhubung melalui dukungan terhadap tim favorit mereka, berbagi informasi, dan berinteraksi melalui platform digital seperti Discord dan media sosial. 

E-$port turnamen (Sumber: https://www.bpb.de/themen/kultur/digitale-spiele/504548/e-sport-internationale-relevanz-anerkennung-in-deutschland)
E-$port turnamen (Sumber: https://www.bpb.de/themen/kultur/digitale-spiele/504548/e-sport-internationale-relevanz-anerkennung-in-deutschland)

Selain komunitas penggemar, e-sport juga memfasilitasi terbentuknya relasi sosial yang erat di antara para pemain dan pelaku industri. Melalui pembentukan guild, squad, dan penggunaan platform komunikasi seperti Discord, para pemain membangun hubungan yang mirip dengan keluarga atau tim kerja. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Discord dalam komunitas e-sport tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga memperkuat solidaritas dan rasa kebersamaan di antara anggota tim. Relasi ini diperkuat oleh peran shoutcaster atau komentator e-sport yang tidak hanya memberikan narasi selama pertandingan, tetapi juga membangun atmosfer dan identitas komunitas melalui gaya komunikasi mereka.

Komunitas e-sport juga mencerminkan nilai-nilai baru yang berkembang dalam masyarakat digital. Salah satunya adalah inklusivitas, di mana individu dari berbagai latar belakang dapat bergabung dan berpartisipasi dalam komunitas e-sport tanpa batasan geografis atau sosial. Selain itu, terdapat nilai kolaborasi dan kerja tim yang kuat, di mana keberhasilan dalam kompetisi e-sport sangat bergantung pada koordinasi dan komunikasi yang efektif antar anggota tim. Nilai lain yang menonjol adalah meritokrasi, di mana kemampuan dan keterampilan individu menjadi faktor utama dalam menentukan posisi dan peran dalam tim, tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun