Gontai kabut melewati batang-batang mungil di pekarangan. Aku harus segera melepas selimut lalu membersihkan tubuh dari keringat mimpi. Setelah merentangkan tangan dan menghirup napas panjang serta merapihkan tempat tidur, aku pun membuka baju dan perlahan membasuh tubuh menggunakan air yang dingin dan segar.
"Mana yang lebih indah antara air dan kekasih dan mana yang lebih penting antara air dan kekasih? Tanpa air mana mungkin aku memiliki kekasih dan jika tanpa kekasih sungguh mungkin aku mandi menggunakan kejernihan."
Tak butuh waktu lama untukku mencuci tubuh. Tiba saat untukku melenyapkan kuman di dalam mulut. Sok sok. Mulutku berbusa dan wangi serta rasanya pedas. Tapi, sungguh nikmat apalagi setelah berkumur-kumur.
"Sikat gigi berukuran kecil dan tak bisa bicara tapi sangat berguna. Mungkin aku tidak akan pernah bekerja sebagai jurnalis jika tanpa alat sederhana yang murah meriah ini. Bagaimana mungkin narasumberku betah berbincang berlama-lama dengan orang yang giginya penuh sisa makanan dan beraroma waduh cikidaw."
Kurang afdol jika mandi tapi tidak sabunan dan bershampo. Pasti tubuh masih lengket dan rambutku tidak akan halus serta tak enak ketika diraba. Bukan tak mungkin mudah kusut sehingga narasumberku berkesan kurang baik ketika melihat lawan bicaranya.
Kutuangkan sabun cair ke spon lalu kugosokkan ke seluruh tubuh, setelah bershampoo. Aku ingin tubuh ini wangi dan bersih sehingga yang melihat akan berkesan kalau orang yang berada di depannya adalah manusia yang layak mendapat apresiasi.
"Kamar mandi. Tempat yang dinilai kotor. Tapi, tempat yang paling mujarab untuk membersihkan kotoran hingga ke sudut terpencil tubuh manusia. Tanpa kamar mandi, sungailah tujuanku membuang kotoran usus dan kantung kemih."
2021