Penulis kira anggapan itu hanya sebuah ketiadaan inovasi dalam mengembangkan kembali efektivitas pendidikan. Mengapa tidak, jika tujuan program itu hanya memuat pada ranah di luar pengembangan pendidikan anak, mengapa harus dilakukan?
Pada faktanya proses pendidikan memang telah terjadi sejak panulis masih di bangku SD tanpa adanya perubahan konsep seperti itu. Apakah para warga dinas yang perlu di inovasi? Sehingga dapat memuat kebijakan yang begitu berpengaruh besar bagi siswa?
Yang dilihat dari kebijakan tersebut yakni statistik kecelakaan yang terjadi, padahal bukan karena kepadatan pengendara yang mengakibatkan kecelakaan itu terjadi melainkan brutalnya para pengendara ketika di jalan raya. Hal itu disebabkan merosotnya karakter bangsa yang semula dikenal bahwa Indonesia memiliki budaya etika yang begitu besar.
Tidak lagi kondisi geografis di daerah Jember dimana curah hujan sangat tinggi dengan gemuruh angin dan petir. Apalagi pada waktu sore hari, dapat di lihat dari pukul 13.00 langit mulai mendung dan menginjak hampir sore, hujan mulai turun. Apakah hal itu tidak mengakibatkan hal-hal buruk terhadap siswa yang akan pulang sekolah?
Hari ini, yang patut dipertanyakan yakni tugas siapa sebenarnya dalam membudidayakan etika? Siapa yang lebih berperan dalam menciptakan pendidikan lebih baik? Wallahu a’lam…