Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanda-Tanda Alam "Petruk Dadi Ratu" Lengser Keprabon

4 November 2023   17:43 Diperbarui: 4 November 2023   17:48 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Repro buku "Petruk Dadi Ratu" (Foto dok. Alex Palit)

Dalam kosmologi Jawa dikatakan bahwa kekuasaan itu universum, dalam artian bahwa kekuasaan tidak lepas atau tidak bisa dipisahkan campur tangan alam semesta, dan menjadikan bahwa kekuasaan itu hadir sebagai sesuatu yang agung dan sakral.

Sebagaimana ditemui dalam budaya Jawa, bahwa kekuasaan itu tidak sekedar sebagai sebuah legitimasi politis, di dalamnya juga melekat sesuatu yang agung, mulia, keramat, sakral, dan mengandung dimensi metafisis yang berasal dari "dunia Atas".

Begitupun alam metafisis kosmologi Jawa, kekuasaan yang ada dalam diri seorang pemimpin tak lepas dari semua itu. Ia akan hadir bersemayam pada orang-orang terpilih yang mendapat wahyu cakraningrat atau wahyu keprabon dan memiliki daya linuwih, maka terjunjung derajatnya untuk menyandang posisi pemimpin.

Dalam kepemimpinan budaya Jawa, ada dikenal ungkapan lengser keprabon. Istilah ini lengser keprabon sering terhubung turunnya sang raja dari tahta kekuasaannya, lantaran sang raja kehilangan sinar wahyu keprabon, hal ini antara lain ditandai mulai meredupnya legitimasi politiknya.

Ia juga mulai kehilangan kredibilitas di mata rakyat, sehingga terjadi krisis kepemimpinan, karena dianggap tidak amanah, mengabaikan tugas utamanya mensejahterakan rakyat, lebih mementingkan diri sendiri, keluarga dan kroni-kroninya. Atau prilaku lainnya sang raja yang melengserkan kredibilitasnya di mata rakyat.


Termasuk adanya kepercayaan, manakala penerima wahyu keprabon dalam kepemimpinannya menyalahgunakan kekuasaannya, bertindak sewenang-wenang atau otoritarian, berperilaku tidak adil, wahyu keprabon itu akan ditarik kembali oleh "dunia Atas".

Wahyu keprabon yang diterimanya akan sirna atau hengkang meninggalkan dirinya. Itulah sunatullah, hukum alam.

Semiotika lengser keprabon di dunia perwayangan ditemui dalam lakon "Petruk Dadi Ratu". Di mana Petruk yang sejatinya punakawan, karena ambisi politiknya untuk berkuasa kemudian mencuri pusaka Kalimasada yaitu pusaka bertuah simbolisasi kepemimpinan.

Pusaka bertuah Kalimasada ini ia curi demi hasrat ambisi untuk berkuasa. Setelah berkuasa menjadi raja, Petruk mabuk kekuasaan, lupa diri sejati dirinya.

Begitulah kosmologi budaya kepemimpinan Jawa dalam memaknai tanda-tanda alam "Petruk Dadi Ratu" lengser keprabon.

Alex Palit, jurnalis, pendiri Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN), penulis buku "Ngaji Filsafat Kepemimpinan Prabowo Notonegoro".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun