Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Abdee Slank, Antara Politik Balas Budi dan Pencitraan 2024

30 Mei 2021   11:50 Diperbarui: 30 Mei 2021   12:13 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abdee Slank (foto dok. Tribunnews.com)

Begitupun dengan dukungan finansialnya, tidaklah sulit bagi Erick Thohir  "jual diri" cari dukungan ke parpol untuk melenggang maju di Pilpres 2024, dengan segala politisasi citraannya.  

Dalam politik tak ada yang tak ada, sebagaimana merujuk ucapan Otto von Bismark, politic is the art of possible, dalam politik segala kemungkinan bisa terjadi.

Begitupun dengan merujuk ajaran Machiavelli tentang penghalalan segala macam cara dalam mencapai tujuan kekuasaan, termasuk penggalangan kekuatan di arena musik, dalam hal ini khususnya rock.

Dari sini memperlihatkan pada kita bahwa dalam perkembangannya trend rock kini pun tidak lagi sekadar irama musik, tapi sudah merasuk menjadi bagian dari ranah pergumulan politik.

Kalau sebelumnya panggung musik tak lebih dari sekadar dipakai sebagai magnet daya tarik penghimpun massa mengambang (floating mass) saat kampanye. Kini musik sudah ditarik menjadi instrumentasi kepentingan politik untuk memobilisasi dukungan sebagaimana terlihat gelaran pilpres. 

Musik pun bukan lagi sekadar menjadi panggung penggembira saat gelar kampanye, tapi sudah sudah ditarik dalam ranah pergumulan politik menjadi instrumentasi kekuatan kepentingan politik. Mobilisasi dukungan di kalangan internal pemusik inipun tak terelakkan. Mobilisasi dukungan inipun sampai mengarah memasuki wilayah politik praktis. Dan musik rock pun dianggap sebagai instrumentasi politis paling ampuh untuk itu.

Rock Never Die

Persoalan apakah rock sudah menjadi instrumentasi kepentingan politik pragmatis, di sini saya tetap yakin bahwa rock never die.

Dalam perspektif kebudayaan, citra rock itu sendiri pada intinya diidentikkan dengan spirit perubahan, pendobrakan atau perlawanan terhadap segala bentuk dehumanisasi.

Lewat nyanyian kritisnya, rock akan selalu tampil memainkan peran perlawanan budaya mengungkap beragam persoalan yang terjadi di masyarakat, seperti pelanggaran hak asasi, ketidakadilan, kesewenang-wenangan, penyalahgunaan kekuasaan, atau kepincangan-kepincangan sosial lainnya. Dan itu sejatinya rock.

Kalaupun rock itu sendiri selalu disimbolisasikan dengan semangat kebebasan. Kebebasan inilah yang selalu tetap berkobar menggerakkan dan menghidupkan daya hidup rockers.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun