Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kiprah "Mandor" Jonan di Kereta Api Indonesia

29 Agustus 2022   18:27 Diperbarui: 2 September 2022   04:45 1621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Ignasius Jonan menjadi pembicara di Kompasianival 2019 Reunite yang diselenggarakan di One Bell Park, Jakarta Selatan, Sabtu, (23/11/2019). (Foto: KOMPAS.com/M ZAENUDDIN)

"Saya pikir cukuplah saya memikirkan pribadi saya," ujarnya seperti dikutip dalam buku "Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia".  

Tetapi ini medan yang sama sekali berbeda. Persoalan KAI saat itu kompleks dan rumit: Bisnis yang merugi, kualitas sarana dan prasarana yang merosot, kualitas pelayanan yang rendah, serta regulasi yang tak sepenuhnya mendukung pengembangan transportasi massal kereta api. Selain uzur, jumlah lokomotif, rangkaian KA dan gerbong  juga terus berkurang. 

Bagian yang paling "berdarah-darah"  adalah keuangan KAI.

Tahun 2005 PT KAI masih bisa membukukan laba bersih sebesar Rp 6,9 miliar. Tahun 2006 sekitar Rp 14,2 miliar. Tapi tahun berikutnya keuangan KAI terjun bebas sehingga menyentuh minus Rp 38,6 miliar.

Tahun 2008 kerugian makin parah, melonjak 100 persen menjadi Rp 82,6 miliar. Kata Jonan, "Dengan kondisi keuangan seperti itu pelayanan minimal pun sukar dilakukan."

=000=

Jonan tahu benar persoalan KAI adalah kualitas pelayanannya buruk sekali. Calo ada di mana-mana. Tidak heran mereka merugi terus. Padahal yang naik kereta "tumplek blek". Banyak sekali!

Belum lagi kenyamanan stasiun, keamanan penumpang, padagang yang lalu-lalang di gerbong, toilet yang jorok, penumpang berjubel di peron, berjejal-jejal dan ketidakpastian jadwal kereta.

Ia juga menemukan bahwa mental dan semangat melayani karyawan KAI  sangat rendah.  Karyawan, kata dia, lebih sigap menyambut pejabat yang baru ketimbang melayani penumpang. Mental mereka: Seberapa baik melayani pemimpin. Bukan seberapa baik melayani pelanggan.

Jonan melakukan penyelamatan  agar "pendarahan" tidak lebih parah. Yang paling menonjol adalah perang terhadap calo yang telah turun-temurun berakar di stasiun. Jonan memanfaatkan teknologi informasi (IT)dengan menjual tiket secara online di PT Pos dan mini market. Penumpang bisa membeli tiket di mana saja. Penumpang tidak terkonsentrasi lagi di stasiun.

Sistem IT ini juga disertai kebijakan "satu kursi satu penumpang" dengan nama penumpang harus sama antara yang tertera di tiket dan kartu identitas. Pendekatan Jonan itu ternyata membuat calo mati kutu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun