Mohon tunggu...
Robby Alexander Sirait
Robby Alexander Sirait Mohon Tunggu... lainnya -

"Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian." -Pramoedya Ananta Toer

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Perseteruan KPK dan Polri: Saya yang Sesat Pikir atau Mereka?

29 Januari 2015   22:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:08 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan Perseteruan Antar Lembaga

Pencalonan Komjen Polisi Budi Gunawan (BG) sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang dikuti dengan penetapan BG sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KP RI) yang digawangi oleh Abraham Samad telah mengisi ruang publik dua minggu terakhir. Perseteruan ini kemudian berlanjut dengan langkah pra-peradilkan KPK yang dilakukan oleh POLRI dan langkah BG mengajukan gugatan yang sama. Dan paling anyar adalah berita penangkapan salah satu komisioner KPK RI, Bambang Widjojanto (BW), sebagai tersangka atas kasus kesaksian palsu pada tahun 2010.

Jika kita membaca media pemberitaan dan berselanjar di dunia maya khususnya twitter dan facebook, masyarakat digiring kepada sebuah kesimpulan bahwa ini semua adalah pertarungan antar dua lembaga. Pertarungan KPK RI versus POLRI. Benarkah demikian?. Mungkin banyak orang yang menyatakan benar bahwa ini adalah pertarungan KPK RI versus POLRI, tapi penulis lebih berkeyakinan ini adalah pertarungan orang per orang atau kelompok di kedua lembaga tersebut bukan pertarungan KPK RI versus POLRI. Keyakinan ini bersumber dari pro kontra para petinggi POLRI itu sendiri atas penangkapan BW, salah satunya. Faktor lainya adalah buka-bukaan plt sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto,  atas pertemuan elit partainya dengan ketua KPK Abraham samad pada saat pilpres lalu, yang diawali dengan beredarnya tulisan “Rumah Kaca Abraham Samad”. Ini saya anggap faktor, karena Samad tidak melakukan tindakan untuk mengklarifikasi hal ini secara tegas hingga saat ini. Samad adalah penegak hukum, artinya dia memahami betul bahwa apa yang dilakukan oleh hasto adalah tindakan yang bertentangan dengan aturan hukum, baca : pencemaran nama baik. Bisa saja Samad melaporkan pencemaran nama baik tersebut kepada pihak berwajib bersama-sama rakyat yang berada dibelakang KPK RI sehingga kekuatan people power untuk menunjukkan bahwa tuduhan tersebut tidak benar. Jika Samad melaporkan dan terbukti itu fitnah maka langkah ini sebagai langkah panutan penegak hukum dan semakin memperkuat kewibawaan KPK RI sebagai lembaga anti rasuah. Faktanya?, hingga tulisan ini dirilis Samad tidak melakukan hal itu, padahal mata media dan mata masyarakat mendukung penuh KPK RI. Kalau demikian, wajar saja penulis menyimpulkan sementara bahwa apa yang dikatakan hasto tersebut benar adanya.

Faktor lainnya adalah, mengapa penetapan tersangka BG dilakukan sangat berdekatan waktunya dengan fit & proper test BG di parlemen. Mengapa tidak digarap dari beberapa bulan lalu, dimana 3 bulan lalu nama BG sebagai kandidat menteri sudah masuk list stabilo merah. Faktor laiinya adalah mengapa penetapan tersangka BW dilakukan pasca kekisruhan dan digantungnya pelantikan BG sebagai kapolri?padahal beberapa tahun silam, sudah ada yang divonis 5 bulan penjara dalam pusaran kasus BW ini. Mengapa?. Pertanyaan-pertanyan tersebut, kasus BG dan BW, sangat kuat menjadi alasan penulis menyimpulkan bahwa kedua kasus tersebut adalah kasus perorangan atau kelompok yang saling sandera bukan lembaga.

Dan lebih jauh lagi, perseteruan perorangan/kelompok yang dicitrakan seolah-olah perseteruan lembaga bisa jadi akibat dari orang per orang tersebut terlalu jauh masuk ke wilayah politis dibandingkan dengan wilayah aparatur hukum. Desas-desus kepolisian yang tidak terlepas dari kepentingan politik dan kepolisian masih menjadi lembaga terkorup berdasarkan penilaian Transparency International (TI) sebagai fakta yang tak terbantahkan bahwa kepolisan masih jauh dari roh penegakan hukum yang sejati dan seideal-idealnya. Bagaimana dengan KPK?, komisioner KPK RI yang dipilih oleh parlemen merupakan indicator yang bisa mengarahkan bahwa komisioner-komisioner KPK RI masih (bisa saja) terkontaminasi dengan kepentingan politik. Bisa saja, karena mereka dipilih melalui channel pengambilan keputusan secara politik. Kedua, coba kita browsing beberapa tahun kebelakang. Banyak sekali statement-statement para petinggi KPK yang lebih bertendensi dan bernuansa politis atau bahkan terlalu banyak mengomentari kondisi politik nasional yang berkembang dibandingkan sebagai penjagal hukum layaknya hakim bao.

“Moment pertama adalah saat Ketua KPK Abraham Samad mengomentari negatif terpilihnya Ketua DPR Setya Novanto. Samad mengaku kecewa, karena Novanto dinilainya punya potensi terlibat kasus hukum.

Kedua, soal statement Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja terkait dengan rekening Jokowi di luar negeri dan dugaan korupsi dana pendidikan di Solo. Adnan menegaskan, Jokowi clear pada dua kasus yang dilaporkan itu”

Sumber : http://nasional.inilah.com/read/detail/2145032/golkar-kpk-jangan-ikut-berpolitik-dong

Pemberitaan diatas, Samad sebagai penegak hukum atau pengamat politik?, kalau benar Setya Novanto berpotensi, Samad dan KPK RI lebih baik tidak berkomentar dan langsung bekerja, selidik, sidik dan tangkap. Terlalu politiskah peryataan samad tersebut?.

"Dia menambahkan bahwa pernyataan Ketua KPK, Abraham Samad yang mengatakan bahwa akan menahan Komjen Budi Gunawan, dinilai sebagai sebuah paksaan dan tekanan kepada Presiden agar tidak melantik Budi Gunawan."

Sumber:

http://news.metrotvnews.com/read/2015/01/15/345669/pernyataan-kpk-dinilai-beri-tekanan-psikologis-ke-presiden-jokowi-dan-polri

Kalau memang sudah mencukupi syarat administrasi, kenapa KPK RI tidak langsung menahan BG dan mengajukan ke pengadilan tipikor. Mengapa harus berkomentar seolah-olah memberikan sinyal ancaman?politiskah?

Sebelumnya Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad menyayangkan Presiden Joko Widodo mengangkat H.M Prasetyo sebagai Jaksa Agung karena seharusnya memilih sosok yang independen.

"Sangat disayangkan karena seharusnya sosok Jaksa Agung adalah sosok yang independen dan berintegritas," kata Ketua KPK Abraham Samad melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis.

Sumber : http://www.klikpositif.com/news/read/14198/surya-paloh-sayangkan-pernyataan-ketua-kpk.html

Pernyataan Samad diatas pernyataan seorang penegak hukum kah atau penyataan seorang pengamat politik?, tupoksi KPK RI kah mengomentari jabatan publik orang lain padahal tidak ada urusannya dengan hukum. Politiskah? Kalau si jaksa terindikasi masalah hukum maka KPK selidik, sidik dan dakwa bukan malah berkomentar layaknya pengamat.

Tiga kutipan berita diatas merupakah contoh bahwa beberapa komisoner KPK berpendapat diruang publik dengan tendensi dan nuansa politis. Padahal sejatinya, mereka harus banyak bekerja dibanding berkomentar politis di media massa. Penulis membayangkan bahwa seharusnya para komisoner KPK RI tersebut hanya banyak berbicara di ruang-ruang publik dengan konten hasil penyidikan, penetapan tersangka dan konten hukum tipikor lainnya layaknya seorang pengadil sejati. Amati, sidik, sangka dan tuntut itulah yang harus dilakukan oleh para komisoner tersebut bukan berkomentar atas sesuatu yang tidak pasti secara hukum dan bukan beropini di ruang-ruang publik.

Letakkan Kasus BG dan BW Dengan Cara Pandang Yang Sama : Buktikan di Pengadilan

Ketika seorang koruptor ditetapkan oleh KPK RI sebagai tersangka, kita selalu disuguhi cara pandang bahwa KPK RI bekerja sesuai aturan hukum yang berlaku, memiliki dua barang bukti permulaan, praduga tak bersalah, Equality before the law, ada mekanisme praperadilan dan buktikan di pengadilan. Tidak ada sama sekali yang salah dengan cara pandang tersebut dan memang harus seperti itu penegakan hukum bekerja. Prinsip hukum dan cara pandang inilah yang selalu dibagikan para komisioner KPK RI di ruang-ruang publik.

Nah!!untuk kedua kasus tersebut seyogyanya kita meletakkan kasus BG dan BW dengan cara pandang yang sama sebagaimana dijelaskan pada alinea sebelumnya. Untuk kasus BG, KPK RI sudah punya alat bukti permulaan yang kuat maka biarkanlah mekanisme peradilan yang membuktikan apakah dakwaan jaksa KPK RI benar atau salah. Biarkan hakim tipikor yang memutuskan. Sama halnya dengan kasus BW, POLRI sudah punya 3 alat bukti maka biarkanlah mekanisme peradilan yang memutuskannya. Jika BG dan BW sebagai tersangka merasa tidak melakukan pelanggaran hukum, buktikan di pengadilan bukan malah beradu argumen dan opini di ruang publik yang sebenarnya bukan tempatnya.

Mungkin sebagian orang berpandangan bahwa peradilan yang dihadapi BW nantinya unfair karena sudah mencium ada rekayasa atau kriminalisasi. Pertanyaannya, apakah POLRI yang menyidik, mendakwa dan memutuskan BW bersalah atau tidak. Jawabannya pasti tidak, masih ada kejaksaan sebagai pendakwa dan kehakiman sebagai pengadil di pengadilan. Artinya, bisa saja peradilan BW akan fair sesuai aturan dan mekanisme hukum. Jika masih berpandangan bahwa akan tetap tidak fair maka tanpa disadari kita yang berpandangan seperti itu menuduh Kejaksaan dan Kehakiman ‘KOTOR” tanpa menunggu proses peradilan itu sendiri dan tanpa disadari kira menyatakan bahwa “KPK dan Peradilan Topikor” lah yang paling fair serta bertentangan dengan cara pandang yang selama ini dikampanyekan KPK RI diruang publik atas kasus-kasus korupsi yang digarapnya. Oleh karena itu, sebaiknya mari kira menggunakan cara pandang yang sama atas kasus BG dan BW ini. Mungkin cara pandang penulis bertentangan dengan pandangan sebagian masyarakat diluar sana. Lantas siapa yang sesat pikir, saya atau mereka?. Tapi yang paling penting mari kita #SAVEKPK dan #SAVEPOLRI sebagai sebuah lembaga penegak hukum. (RAS)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun