Pada awal tahun 2025, PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (AHI), yang sebelumnya dikenal sebagai PT Ace Hardware Indonesia Tbk, membuat keputusan besar dengan tidak memperpanjang lisensi merek "Ace Hardware" dari Ace Hardware International Holdings, Ltd. Keputusan ini mengakhiri kemitraan yang telah berlangsung selama 29 tahun dan menandai peluncuran merek lokal baru bernama "AZKO" (Tempo, 2025). Langkah ini memunculkan perdebatan mengenai dampak rebranding terhadap citra bisnis di Indonesia, khususnya dalam kaitannya dengan investasi asing.
Alasan dan Analisis Keputusan Rebranding
Keputusan AHI untuk tidak memperpanjang lisensi Ace Hardware dilatarbelakangi oleh pertimbangan finansial dan operasional. Selama bertahun-tahun, perusahaan harus membayar royalti tahunan sebesar Rp40 miliar dan diwajibkan mengimpor sekitar 50% produk dari Ace Hardware Corporation di Amerika Serikat (Hops.id, 2025). Dengan melepaskan lisensi dan mengganti merek menjadi AZKO, AHI berharap dapat mengurangi biaya operasional serta memperoleh fleksibilitas dalam pengadaan produk yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar lokal.
Keputusan untuk mengakhiri lisensi dengan Ace Hardware dapat berdampak buruk terhadap kepercayaan investor asing. Jika pola ini terus berulang, perusahaan asing mungkin semakin enggan memberikan lisensi merek atau berinvestasi di Indonesia karena takut mengalami nasib serupa. Kasus seperti ini bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia. Sebelumnya, beberapa merek internasional juga mengalami nasib serupa, seperti hengkangnya PepsiCo dari Indonesia pada tahun 2021 setelah berakhirnya kemitraan dengan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Akibatnya, produk populer seperti Lays, Cheetos, dan Doritos tidak lagi diproduksi di Indonesia (Hops.id, 2025).
Selain itu, rebranding mendadak seperti yang terjadi pada KKV yang berubah menjadi OHSOME! juga menimbulkan pertanyaan tentang stabilitas merek dan kepercayaan konsumen. Konsumen mungkin kebingungan dengan perubahan ini, sementara mitra bisnis dapat mempertanyakan konsistensi dalam hubungan bisnis di Indonesia. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap reputasi Indonesia sebagai destinasi investasi yang stabil dan terpercaya.
Analogi "Menumpang Nama" dan Implikasinya
Keputusan untuk mengganti merek setelah merek internasional sukses membangun reputasi di Indonesia dapat diibaratkan sebagai "menumpang nama." Perusahaan lokal menggunakan nama besar dari merek internasional untuk membangun basis pelanggan dan kepercayaan pasar. Setelah sukses, mereka kemudian memutuskan hubungan dengan mitra asing dan meluncurkan merek sendiri. Analogi ini mencerminkan pola bisnis yang dapat dianggap tidak etis dalam dunia usaha.
Kasus serupa terjadi dalam sengketa merek antara Wen Ken Drug Co (PTE) LTD, produsen "Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga" asal Singapura, dengan PT Sinde Budi Sentosa di Indonesia. Sengketa ini memperlihatkan bagaimana konflik antara perusahaan lokal dan asing dapat berdampak pada kepercayaan bisnis internasional terhadap Indonesia (Neliti, 2025).
Selain kasus Ace Hardware dan AZKO, contoh lain yang relevan adalah rebranding yang terjadi pada produk Lays dan OHSOME!. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk sebelumnya memiliki lisensi untuk memproduksi dan mendistribusikan Lays, Cheetos, dan Doritos di Indonesia. Namun, setelah kontraknya dengan PepsiCo berakhir, mereka memutuskan untuk meluncurkan merek lokal baru seperti Chitato Lite dan Maxicorn yang mirip dengan produk aslinya (Tirto.id, 2021). Hal serupa juga terjadi dengan KKV, yang setelah membangun namanya di Indonesia dengan menggunakan brand China, tiba-tiba beralih menjadi OHSOME! dan menciptakan kebingungan di kalangan konsumen (Associe.co.id, 2024)
Dampak terhadap Konsumen dan Pasar
Menurut hemat penulis, Selain dampak terhadap investasi asing, rebranding seperti ini juga dapat mempengaruhi konsumen dan pasar domestik. Dalam kasus Ace Hardware dan AZKO, konsumen yang telah terbiasa dengan standar dan kualitas produk Ace Hardware mungkin menjadi skeptis terhadap merek baru. Mereka bisa mempertanyakan apakah produk yang ditawarkan AZKO masih memiliki kualitas yang sama atau justru mengalami penurunan.
Selain itu, loyalitas pelanggan terhadap merek internasional yang telah lama dikenal juga dapat terpengaruh. Dalam kasus Lays, misalnya, banyak konsumen kecewa ketika produk tersebut menghilang dari pasar Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa transisi dari merek internasional ke lokal bukan hanya berdampak pada aspek bisnis, tetapi juga pada psikologi konsumen yang telah membangun hubungan emosional dengan merek tertentu.
Kesimpulan
Menurut hemat penulis, Meskipun rebranding dan pengembangan merek lokal dapat memberikan keuntungan finansial dan operasional bagi perusahaan Indonesia, penting untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kepercayaan investor asing. Jika terlalu banyak kasus pemutusan lisensi secara sepihak, Indonesia dapat kehilangan daya tariknya sebagai tujuan investasi bagi perusahaan internasional.