Jakarta -- Praktisi hukum Deolipa Yumara menilai rangkaian aksi demonstrasi yang terjadi sejak 25, 28, hingga 29 Agustus 2025 tidak bisa dilepaskan dari sikap dan perilaku sejumlah anggota DPR. Menurutnya, kekecewaan masyarakat memuncak setelah publik melihat anggota DPR berpesta di tengah penderitaan rakyat.
"Pemicu utama adalah perilaku anggota DPR yang menari-nari setelah kenaikan gaji signifikan. Rakyat sedang susah mencari makan, banyak yang menganggur, sementara mereka justru berpesta dan memamerkannya ke publik," ujar Deolipa dalam keterangannya, Jumat (29/8/2025).
Selain itu, ia juga menyinggung pernyataan kontroversial anggota DPR Ahmad Sahroni yang menyebut masyarakat tolol jika ingin membubarkan DPR. "Justru sebenarnya Sahroni sendiri yang tolol," tegas Deolipa.
Kritik untuk DPR
Deolipa menyebut sejumlah nama anggota DPR yang kini menjadi sorotan publik, yakni Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Nafa Urbach. Keempatnya dianggap memperlihatkan sikap yang melukai hati rakyat.
"Nama-nama itu sudah kehilangan legitimasi di mata rakyat. Supaya kondusif, mereka sebaiknya mengundurkan diri dari DPR. Kalau terus bertahan, ini hanya akan memicu demonstrasi berulang," ucapnya.
Ia menegaskan kritik soal pembubaran DPR yang digaungkan massa adalah bentuk kekecewaan mendalam, bukan sekadar isu politik. "Kalau DPR tidak bisa bekerja, bubarkan, ganti yang baru. Itu kritik yang membangun," katanya.
Potensi Krisis Seperti 1998
Deolipa mengingatkan, bila DPR dan pemerintah tidak segera melakukan introspeksi, eskalasi demo berpotensi semakin besar. "Kalau ini lambat ditanggulangi, peristiwa seperti 1998 bisa terulang. Bedanya, sekarang sasarannya DPR. Tapi kalau eksekutif tidak bijak, bisa juga meluas ke pemerintah," ujarnya.
Ia menilai DPR telah gagal menjaga sensitivitas terhadap penderitaan rakyat. Sementara kebijakan pemerintah, mulai dari kenaikan pajak, pemblokiran rekening, hingga penyitaan lahan, memperburuk keadaan.