Mohon tunggu...
Humaniora

Proklamasi Cirebon 15 Agustus 1945 : Bagian Sejarah yang Terlupakan

17 Agustus 2017   21:54 Diperbarui: 18 Agustus 2017   04:21 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sosoknya nampak tak berbeda dari orang lain pada umumnya. Dia lahir dari seorang ayah dan seorang ibu, tumbuh besar, menikah, dan memiliki anak. Namun, dia bukanlah manusia biasa. Dia adalah dewa. Keyakinan itu dipegang teguh oleh para pengikutnya. Sosok itu begitu agung, suci, dan dipercaya sebagai penyelamat bangsa. Kendatipun demikian, bahkan dewa sekalipun tidak kuasa mencegah horor yang akan menimpa pengikutnya.

*****

Gadis kecil itu, Emiko Okada yang baru berusia 8 tahun, sedang menikmati hari cerah tak berawan ketika dia mendengar bunyi pesawat terbang. Tiba-tiba, dia melihat kilatan cahaya terang benderang memenuhi cakrawala diikuti bola api sedemikian besar kemanapun mata memandang. Okada terhempas ke tanah diikuti rasa sakit membara sambil menyaksikan saudarinya meninggal di depan matanya. Di tengah ketakutan tak terkira, Okada berlari mencari pertolongan. Namun, tak ada siapapun di dunia ini yang menyiapkan si gadis menghadapi kengerian selanjutnya.

Sepanjang pelariannya, Okada menemui banyak orang yang tidak layak disebut manusia. Kulit dan daging mereka terkelupas dari tubuhnya, isi perutnya terburai-burai, bola mata keluar dari rongganya. "Sampai hari ini," Tutur Okada yang kini berusia 80 tahun, "Saya tidak ingin melihat matahari bersinar di pagi hari. Kilatan cahayanya mengingatkan saya pada hari yang menyakitkan itu. "

*****

Rabu, 15 Agustus 1945. Kaisar Hirohito menghadap mikrofon radio untuk pertama kalinya. Pidato yang dia ucapkan selanjutnya akan dicatat oleh sejarah. "Musuh telah menjatuhkan bom baru yang sangat sadis," Ujarnya dengan aksen khas bangsawan Jepang, "Bom ini tidak hanya dapat menghancurkan sebuah bangsa namun juga bisa memusnahkan seluruh umat manusia. Melanjutkan perang tidak akan memberi kebaikan untuk Jepang." Sang dewa telah dikalahkan oleh alat buatan manusia.


Berita kekalahan dari sang kaisar sungguh menyakitkan bagi bangsanya. Harga diri bangsa Jepang tidak bisa menerima kekalahan. Terlebih lagi, sang kaisar yang mereka puja bak dewa yang justru mengaku kalah. Mereka sesungguhnya siap berperang sampai mati bila diperintahkan demikian. Ratusan serdadu Jepang membuktikan hal itu dengan melakukan hara-kiri.  

*****

Berjarak 5,700 kilometer dari kerajaan yang sedang dirundung kesedihan itu, seorang pria memekik kegirangan. Berita kekalahan Jepang dari Sekutu memberikan jalan bagi bangsanya untuk segera merdeka. Pria itu, Sutan Syahrir, segera menemui 2 sosok besar lain yang baru kembali dari Dalat, Vietnam untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun, jawaban 2 tokoh besar itu justru membuat Syahrir kecewa. Baik Soekarno maupun Hatta ingin mengecek terlebih dahulu kebenaran berita kekalahan Jepang dan ingin merapatkan dengan PPKI perihal proklamasi. PPKI sendiri merencanakan kemerdekaan Indonesia tanggal 24 September 1945 sesuai janji Jepang. Syahrir berang, menurutnya janji Jepang hanyalah muslihat belaka. Namun sekeras apapun desakan Syahrir,  kedua pembesar bangsa itu tetap tidak mampu mengubah pikiran.

Penolakan itu tidak lantas membuat Syahrir patah arang. Didasari keinginan yang menggelora untuk segera merdeka, tokoh kelahiran Padang Panjang itu mencoba mencari solusi bersama kawannya yang merupakan direktur rumah sakit di Cirebon, dr. Soedarsono. Sang dokter sependapat bahwa proklamasi kemerdekaan harus dilakukan secepatnya. Kedua tokoh itu membuat kesepakatan : Syahrir akan menyusun teks proklamasi dan dr. Soedarsono yang akan membacakannya di Cirebon. Maka pada hari itu juga, 15 Agustus 1945, dr. Soedarsono memproklamasikan kemerdekaan Indonesia untuk pertama kalinya bertempat di alun-alun Kota Cirebon dan disaksikan sekitar 50 orang.

 *****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun