Pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Donald Trump bukan sekadar seremoni diplomatik. Di balik senyum, jabat tangan, dan janji kemitraan, tersimpan komitmen dagang senilai triliunan rupiah. Indonesia sepakat membeli energi dan pangan dari Amerika, mulai dari daging, kedelai, hingga produk pertanian lainnya. Nilainya fantastis: hampir Rp 80 triliun (79,6 triliun) untuk sektor pangan saja.
Pertanyaannya:Â siapa sebenarnya yang diuntungkan dari kesepakatan ini? Dan siapa yang diam-diam akan menanggung kerugiannya?
_____________
Meskipun saat ini belum direalisasikan, tidak lama lagi masuknya produk pangan dari luar, terutama dari negara adidaya seperti Amerika akan membawa dampak besar bagi petani dan peternak dalam negeri. Harga produk impor bisa sangat murah karena disubsidi pemerintahnya. Sementara, petani kita? Tidak punya subsidi, tidak punya jaminan harga, bahkan kadang tak punya lahan sendiri.
Lalu, bagaimana nasib mereka ketika pasar dibanjiri daging dan kedelai impor? Jawabannya mudah ditebak: kalah sebelum bertanding.
Ada yang untung berlimpah, Apakah negara diam?
Dalam sistem seperti ini, para pemain besar seperti importir, distributor, ataupun kartel pangan akan berpesta pora. Margin keuntungan tinggi, risiko rendah, dan akses mudah ke pasar nasional. Sementara negara? Sibuk berbicara soal "kerja sama strategis" tanpa menyentuh dampak riil di lapangan.
Padahal, hanya negara yang sah dan mampu mengintervensi pembagian keuntungan ini. Bukan lewat slogan, tapi lewat kebijakan konkret.
Solusinya? Pungutan Keadilan Sosial
Sebagai bentuk kompensasi, pemerintah bisa membuat skema pungutan khusus. Misalnya setiap kilogram produk impor  dikenakan pungutan kecil (misal Rp150/kg). Dana ini dikumpulkan untuk membantu petani lokal, seperti subsidi benih & pupuk, membentuk program asuransi panen, dan mendanai program kesejahteraan petani terdampak.
Bukan CSR. Bukan donasi. Tapi tanggung jawab atas keuntungan yang tidak merata. Dampak dari skema ini, bukan hanya menyelamatkan kelompok petani, tetapi juga menjaga dan mengamankan produksi pangan dalam negeri, serta menyetabilkan harga pangan agar tetap terjangkau masyarakat kalangan menengah kebawah. Â
Saatnya Negara Pasang Badan
Kalau kita tidak bertindak hari ini, ketergantungan terhadap pangan luar negeri akan semakin dalam. Saat produksi pertanian dalam negeri tak lagi mampu memenuhi kebutuhan nasional, kita tak hanya kehilangan petani, kita kehilangan kedaulatan.
Ketika produksi dalam negeri lumpuh, kita tak hanya kehilangan pangan, tapi kehilangan kendali atas harga. Dan saat gejolak terjadi, negara terpaksa menyuntikkan subsidi besar dari APBN, yang sejatinya adalah uang rakyat untuk menstabilkan harga yang sengaja dimainkan oleh mereka yang dulu diuntungkan dari impor.