Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sang Ustadz dan Pengkritik Presiden.

24 Juni 2020   08:54 Diperbarui: 24 Juni 2020   08:54 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

   "Tidak boleh sembarang mengeluarkan kata-kata ya kek?" kata Sang Cucu.

   "Betul. Mulutmu adalah harimaumu. Jaga mulut dan pembicaraan. Dan pikirkan dulu baru katakan. Jangan katakan dulu, baru kau pikirkan apa yang kau katakan. Kalau kata-kata sudah salah, tidak bisa lagi dicabut kata-kata itu," kata Sang Kakek.

   "Jadi menyampaikan kritik itu perlu empati, berpikir terbalik, seandainya kita di posisi yang kita kritik. Mengkritik presiden, bayangkan seandainya kita adalah presiden, seperti pertanyaan ustadz itu ya kek?" kata Sang Cucu.

   "Betul, pertanyaanmu itulah menjadi simpul dari pertanyaan dan jawaban ngawur dari pengkritik itu," kata Sang Kakek.

Pertanyaan seandainya menjadi presiden, jawabnya memberikan pempek. Sarannya masuk WA grup emak-emak, ngawur ah. Untunglah dia hanya pengkritik presiden. Seandainya dia presiden, ngawur bangsa ini, penuh pempek, isu dan gossip emak-emak, gumam Sang Kakek.

Terima kasih dan salam.

Aldentua Siringoringo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun