"Ya, pemerintahlah," jawab pak Tatan.
  "Yang memberikan asimilasi kepadanya pemerintah, berterima kasih kepada orang lain, salah alamat berterima kasih. Yang lebih fatal, yang memberikan dia asimilasi malah dituduhnya rezim yang zalim dan mengorbankan rakyatnya. Ini sudah terbalik kan. Sudah tidak tahu berterima kasih, malah menghujat pemerintah. Kalau bapak menjadi pejabat pemerintah, bapak akan mencabut asimilasinya atau tidak?" desak cucu.
  "Saya cabutlah asimilasinya. Kita sudah baik, malah dihujat," kata pak Tatan.
  "Nah, itu bapak yang bilang cabut ya. Bukan saya. Jadi yang terjadi adalah pelanggaran syarat dan ketentuan asimilasi. Akibatnya masukkan lagi ke Lapas. Itu akibat pelanggaran itu," kata cucu.
  "Okelah, asimilasi dicabut. Tapi jangan dikirim ke Nusakambangan dong. Dia kan bukan teroris dan bukan bandar narkoba.  Ini kan masalah baru lagi," protes pak Tatan.
  "Tahu bapak apa yang dilakukan para pendukungnya yang datang menyeruduk ke Lapas itu?" tanya cucu.
  "Ya, tahu," jawab pak Tatan.
  "Membahayakankah itu di masa pandemi ini. Bisakah sesama pendukungnya bisa terpapar virus corona?" tanya cucu.
  "Bisa," jawab pak Tatan.
  "Nah, itu salah satu dasar pertimbangannya. Keamanan si Napi juga harus dijamin," jawab cucu.
  "Ah, kamu jawabnya seperti jubir pemerintah saja sih nak," kata pak Tatan menyindir cucu.