Mohon tunggu...
Aldentua S Ringo
Aldentua S Ringo Mohon Tunggu... Pengacara - Pembelajar Kehidupan

Penggiat baca tulis dan sosial. Penulis buku Pencerahan Tanpa Kegerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sang Napi Asimilasi, Kenapa Masuk Lapas Lagi?

26 Mei 2020   07:10 Diperbarui: 26 Mei 2020   07:02 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sang Kakek dan Sang Cucu sedang  jalan kaki  pagi. Sebuah acara rutin baru yang mereka jalani dengan santai. Tiba-tiba seorang bapak seakan berlari mengejar kakek dan cucu. Oh, ternyata teman mereka satu komplek perumahan itu juga.

   "Halo kek, selamat pagi, apa kabar?" kata pak Tatan.

   "Selamat pagi pak Tatan. Kami baik, bagaimana kabarmu?" tanya kakek balik.

   "Baik juga kek, tapi kita sudah kangen lagi kek main catur dan tenis meja di balai RW. Kapan lagi dong?" tanya pak Tatan.

   "Kalau sudah keadaan membaik, kita lakukan lagi," kata kakek.

   "Sudah lama tidak ada lagi diskusi kita seperti dulu ya, membangun kebersamaan dan mendiskusikan masalah seputar kita ya," kata pak Tatan.

   "Semua ada waktunya pak Tatan, sekarang ini kita diuji oleh masa pandemi ini. Kita harus sabar dan tabah, saling mendukung," kata kakek sambil mereka terus berjalan santai dan menjaga jarak.

   "Saya mau tanya kek, sebenarnya soal napi asimilasi itu kenapa ribut banget sih?" kata pak Tatan.

   "Siapa yang ribut?" tanya kakek.

   "Pendukung dan pengacaranya. Ini kan Menterinya diadukan ke DPR. Kenapa sih napinya harus ditangkap lagi?" tanya pak Tatan.

   "Asimilasi itu adalah proses pembauran napi ke dalam masyarakat dengan penjaminan bahwa napi tersebut bisa memenuhi segala syarat dan ketentuannya. Kalau ketentuannya dilanggar oleh napi asimilasi, asimilasi dicabut, ya dia harus masuk Lapas lagi," jawab kakek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun