Mohon tunggu...
Mustafa Kamal
Mustafa Kamal Mohon Tunggu... Guru - Seorang akademisi di bidang kimia dan pertanian, penyuka dunia sastra dan seni serta pemerhati masalah sosial

Abdinegara/Apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Nek Yati Pemulung yang Berkurban Kambing Terbesar di Kawasan Elite Jakarta

28 Oktober 2012   10:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:18 4055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Siapa yang menyangka seorang nenek bekerja sebagai pemulung yang sudah berumur 65 tahun mampu berkurban dua ekor kambing  dengan harga masing-masing  1 juta dan 2 juta, bahkan kambingnya menjadi kambing terbesar diantara 27 kambing yang dikurbankan di Masjid Al Ittihad, sebuah Masjid megah yang terletak di kawasan elite Tebet Mas, Jaksel.

Nenek tua itu bernama Nek Yati yang tinggal bersama suaminya di sebuah gubuk triplek kecil di tempat sampah Tebet, Jakarta Selatan. Dia sudah lama tinggal disana. Niatnya untuk berkurban terbersit 3 tahun lalu ketika tiap tahun harus antre mendapatkan daging kurban dari mesjid.

Nenek ini kemudian bertekad untuk berkurban, masa  seumur hidup tidak bisa berkurban. Keinginannya ini sering mendapat cemooh:" “Pada ketawa, bilang sudah pemulung, sudah tua, nggembel ngapain qurban,” cerita nenek Yati.  Namun tekadnya sangat kuat.

Akhirnya setelah menabung selama 3 tahun nek Yati akhirnya mampu berkurban. Padahal penghasilannya bersama suami hanya Rp. 25 ribu/hari kadang sering kurang dari itu.  Setiap hari Nek Yati mengelilingi kawasan Tebet hingga Bukit Duri, yang lebih kurang 10 km. Walau sering kena asam urat dan susah berjalan Nek Yati tetap bekerja, dia tak mau jadi pengemis. “Biar ngesot saya harus kerja, saya tak mau jadi pengemis” Katanya.

Akhirnya berkat usaha yang ikhlas dan niat yang tulus nek Yati mampu mengujudkan impiannya. Dan siapa disangka pula berkat keikhlasan dan ketulusannya itu Allah SWT  membalasnya melalui Mensos Salim Segaf Al Djufri yang mendengar tentang kisah Nek Yati ini.

Begitu mendengar kisah Nek Yati, Salim Segaf langsung memerintahkan stafnya untuk menelusuri keberadaan Nek Yati. Ketika berjumpa dengan Nek Yati dengan terbata-bata karena haru Salim Segaf  menyampaikan bahwa Mak Yati adalah simbol perbaikan sosial. Di saat kondisinya yang sulit, dia masih bisa membantu masyarakat lain lewat kurban.

Mensos pun memberi 'hadiah' berupa modal usaha ekonomi produksi sebesar Rp 5 juta. Mak Yati bisa menggunakan uang tersebut untuk awal membuat usaha baru, tidak lagi menjadi pemulung yang sudah beliau lakoni selama 40 tahun di Jakarta ini.

Tidak hanya itu, Salim Segaf juga menawarkan Nek  Yati kemudahan untuk kembali ke kampungnya di Pasuruan, Jawa Timur. "beliau juga sudah cukup tua, dan kerjanya bisa membahayakan juga " Kata Mensos. Bila bersedia akan difasilitasi dan dibantu dicarikan pekerjaan atau usaha.

Benar apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadist beliau :

Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunnahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka menjawab: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka menjawab: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR. Ahmad dan ibn Maja)

Akhirnya NEk Yati dan suaminya dengan keikhalan dan ketulusannya itu berbuah kebaikan dari Allah SWT melali mensos, namun penulis yakin kebaikan-kebaikan itu tidak akan berhenti sampai disana, diakhirat nanti Surga Menantinya. InsyaAllah. Aamiin.....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun