Saya dan ujang gemetar. Mata merah nenek itu seperti memancarkan api amarah yang membakar se isi ruangan. Â Pak Kades nampak tenang. "istigfar..Mak...istigfar.." Tiba-tiba Mak Konde itu mencabut keris dari balik pinggangnya.
"Malam  ini keris ini yang akan menjaga kampung ini...." Mak Konde keluar, dan berteriak-teriak memanggil warga yang akan mengusirnya. Anak tertuanya nya mencoba menenangkannya. Di bawah terdengar suara sangat bising. Rupanya isu penyerangan itu benar adanya. Ratusan warga tampak naik ke rumah besar itu. Pak Kades panik. Dia sibuk menelepon dengan Hp nya.
Beruntung tak lama terdengar sirine mobil polisi. Warga terhenti ketika dari pengeras suara polisi meminta untuk menahan diri. Ambulance dari Rumah sakit menyusul dibelakanganya. Beberapa perawat laki-laki berbadan besar  masuk ke rumah dan membawa mak Konde ke ambulance. Mak Konde meronta-ronta. Anak-anak dan cucunya terlihat ketakutan. Setelah bernegoisasi dengan warga, kepolisian, dan  ustad setempat akhirnya bersepakat tidak ada prosesi membaca dua kalimat syahadat di depan warga. Imam mushalla diberi tugas mendekati  anak-anak Mak konde dan membimbing mereka beragama yang benar. Anak-anak Mak Konde juga setuju.
Akhirnya diketahui bahwa ternyata Mak Konde sudah lama tidak waras. Hal ini ditutupi oleh anak tertuanya yang lumayan normal. Â termasuk tentang tiga saudara perempuannya yang mengalami sakit keterbelakngan mental. cucu-cucu Mak Konde juga termasuk lemah sekolah. Sering tinggal kelas. Mereka seperti anak-anak yang kekuaranga gizi dan bermental lemah.
Itulah kenapa keluarga mereka terkesan tertutup. Kejadian ini membuka mata semua warga yang selama ini abai dengan warga mereka. Kepala desa berjanji akan memperhatikan seluruh keluarga ini agar dapat pendidikan dan pembimbingan agama yang baik. Maafkan kami, Mak konde!