Mohon tunggu...
Hosea
Hosea Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Akuntansi | Peniqmat Sepakbola | Disela Semester

Hidup bisa memberi segala, bagi semua yang mau mencari tau dan pandai menerima - Bumi Manusia

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kilas Balik Tragedi Mursyid Effendi

20 Juli 2021   08:00 Diperbarui: 20 Juli 2021   08:02 2076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tragedi Mursyid Effendi 1998

Sepakbola selalu menjadi olahraga yang seru untuk dinikmati. Elemen menyerang dan bertahan habis-habisan menjadi salah dua yang membuat cabang olahraga ini diminati banyak orang. 

Namun apa yang terjadi bila sepakbola yang dimainkan oleh dua tim yang sama-sama tidak menunjukkan kewajaran dalam inisiatif menyerang dan usaha dalam bertahan. Itulah yang terjadi tiga tahun lalu kala Indonesia bersua Thailand di Piala Tiger 1998.

Laga yang berlangsung pada 31 Agustus 1998 di Stadion Thong Nat, Ho Chi Minh, Vietnam tersebut menjadi tempat berlangsungnya "sepakbola gajah" tersebut. 

Sejak awal kick-off berlangsung kedua tim sama sekali tidak menunjukkan inisiatif yang wajarnya dilakukan para pemain sepakbola di lapangan. Terlalu banyak operan pendek yang sangat tidak progresif atau hanya berputar-putar di daerah sendiri.

Tak ada asap kalau tidak ada api. Kejadian ini tentu ada alasannya, secara teknis, kedua tim yang telah memastikan diri lolos dari Grup A sama-sama ingin menghindar dari Vietnam yang ditakuti kala itu. 

Alasan ketakutan tersebut tidak lain tidak bukan akibat dari keuntungan Vietnam bermain di kandang yang dirasa banyak dilebih-lebihkan. Indonesia butuh kalah agar terhindar, sementara tim nasional Gajah Putih membutuhkan hasil seri saja.

Inisiatif untuk menghindar dari peringkat pertama terlihat sebelum kick off berlangsung, skuad asuhan almarhum Rusdi Bahalwan menurunkan para pemain pelapisnya. Begitu pun juga tim nasional Thailand. 

Disangka akan menjadi laga yang membosankan tanpa menghasilkan gol, justru sempat tercipta empat gol di babak kedua sebelum tragedi tersebut terjadi. Papan skor mencatat nama Miro Baldo dan Aji Santoso bagi Indonesia, dan Krisada Piandit serta Therdsak Chaiman bagi Thailand.

Barulah pada menit-menit akhir pertandingan sebuah tragedi memalukan terjadi. Thailand yang sudah merasa aman karena laga sedang dalam kondisi seri, memilih bertahan saja. 

Hal tersebut membuat Indonesia yang butuh "kalah" agar terhindar menjadi kebingungan. Hingga pada akhirnya seorang Bek asal klub Persebaya Surabaya, Mursyid Effendi, dengan sengaja menjebol gawang timnas Indonesia yang menurut beberapa orang malah di apresiasi oleh rekan setimnya.

Hal memalukan ini memang membuat Indonesia terhindar dari Vietnam, namun jelas tidak terhindar dari amarah para fans timnas Indonesia maupun juga timnas Vietnam. 

Jelas menjadi amarah bagi kita pendukung timnas Garuda karena ini sangat mencoreng nama Indonesia di kancah dunia. 

Bagi timnas Vietnam ini menjadi hal yang memalukan dan mereka merasa harus diganjar hukuman yang sepadan. Bahkan, fans timnas Vietnam sampai melakukan demonstrasi di hotel Kimdo tempat timnas Indonesia menginap kala itu.

Jelas kejadian ini tak terhindar oleh FIFA maupun AFC. Indonesia dan Thailand pun diganjar hukuman 40 ribu dolar Amerika. Sementara Mursyid Effendi sebagai kambing hitam dihukum larangan bermain seumur hidup, tanpa pertimbangan apapun atau melihat lebih luas masalah tersebut.

Memalukan memang bagi Indonesia. Bahkan sang ketua umum PSSI kala itu, Azwar Anas, sampai memutuskan mundur dari jabatan tertinggi federasi tersebut.

***

Memang ini adalah salah satu dari banyaknya mimpi buruk persepakbolaan Indonesia. Kejadian 23 tahun lalu ini harusnya menjadi pelajaran yang berharga, bahwa bukti mental sportifitas dalam sepakbola benar-benar harus dijunjung setinggi-tingginya.

Di sisi lain masalah ini harusnya dilihat secara luas dan lebih terstruktur. Hukuman terhadap Mursyid Effendi sebagai pemain yang melakukan hal tersebut mungkin masih bisa diterima apabila mungkin hukuman juga diganjarkan kepada beberapa "orang" yang terlibat. 

Reaksi apresiasi terhadap Mursyid kala melakukan gol bunuh diri menyiratkan ada yang tidak beres di tubuh tim nasional Indonesia, tidak hanya pada diri Mursyid Effendi sebagai individu. 

Bahkan, PSSI sendiri sebagai induk sepakbola Indonesia tidak berhasil menjadi penengah yang baik. Seolah badan publik ini dan mungkin tim nasional secara keseluruhan justru cuci tangan. Hukuman terhadap Mursyid tidak hanya dari FIFA maupun AFC tapi juga dari para pencinta sepakbola tanah air yang mungkin terlanjur emosi.

Ia pun juga telah memberi pernyataan bahwa "Menilik pengalaman saya di Vietnam waktu itu, semua komponen satu suara, setuju. Tak lama usai laga mereka masih memberi dukungan, siap bertangggung jawab, maka saya masih baik-baik saja setelah pertandingan itu. Tapi, jarak sebulan, semua cuci tangan. Saya yang menanggung cacian dan hujatan seumur hidup," ucap-nya.

Bukan bertujuan untuk menguak luka lama, tapi setidaknya ingin menjadi alarm bagi Federasi agar terus sadar pada pembinaannya terhadap sepakbola Indonesia. Semoga saja hal ini tidak terjadi lagi dikemudian hari pada sepakbola kita.

Source:

- ANTV Sport Youtube

- Skor.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun