Proklamasi menyatakan bahwa bangsa Indonesia merdeka dan UUD 1945, menyatakan kita sebagai sebuah negara berdaulat. Namun, apakah kita juga satu dalam memahami makna bernegara? Atau justru kita memiliki konsep yang berbeda-beda tentang bagaimana seharusnya negara ini dijalankan?
Setelah puluhan tahun merdeka, kita sering merasa bahwa negara tidak sungguh-sungguh hadir untuk rakyatnya---untuk kita, para pemilik sah negeri ini.
Mari kita berandai-andai. Seandainya seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote, diisolasi dari dunia luar, sedangkan negara ini punya hutan, kebun, sawah dan laut yang begitu luas, apakah negara ini mampu mencukupi kebutuhan dasar---makanan dan minuman---untuk seluruh rakyatnya?
Jika jawabannya mampu, berarti kita sepakat bahwa Indonesia kaya dan punya sumber daya alam. Tapi mengapa masih banyak saudara kita yang hidup dalam kemiskinan, kesulitan makan, bahkan sekadar untuk bertahan hidup?
Ini menandakan bahwa ada yang salah. Apakah negara ini salah urus? Atau justru kita memang belum mampu mengelola negara ini dengan baik?
Sudah berkali-kali pemerintahan berganti, namun perbaikan yang signifikan belum tampak. Alih-alih semakin adil dan sejahtera, kita justru menyaksikan kegelapan---korupsi merajalela di berbagai lini, seolah menjadi budaya. Penegakan hukum lemah, lembaga yudikatif kehilangan wibawa, dan keadilan semakin jauh dari jangkauan rakyat.
Suara rakyat, yang seharusnya menjadi kekuatan utama demokrasi, justru kerap dimanipulasi hanya untuk melegitimasi kekuasaan. Anggota legislatif yang dipilih untuk menyuarakan kehendak rakyat, banyak yang abai terhadap amanat itu. Parpol dan parlemen pun sering kali tampak mandul dalam menjalankan fungsinya.
Pemerintah tampak kebingungan, terjebak dalam perspektif sempit, merasa paling benar, anti kritik, dan enggan mendengar. Dari pernyataan presiden hingga para menteri, seringkali kita temukan ketidaktahuan yang mencemaskan---tentang masalah bangsa maupun cara mengantisipasinya. Kepercayaan rakyat terhadap eksekutif pun kian luntur.
Semua ini menimbulkan pertanyaan mendasar: Apakah kita benar-benar tahu bagaimana caranya bernegara? Ataukah kita masih terus meraba-raba, tanpa arah yang jelas, dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara?
Jika kita ingin perubahan, mari mulai dari kesadaran. Bahwa bernegara bukan sekadar memilih pemimpin setiap lima tahun, tapi tentang memastikan bahwa negara hadir, bekerja, dan berpihak pada rakyatnya---dengan adil, jujur, dan bertanggung jawab.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI