Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Menulis dan membaca sejarah, penikmat kopi, pecinta budaya juga sastra. Kini menjadi suami siaga untuk nyonya tercinta sebagai pekerjaan tetap.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Rusaknya Mental Timnas dan Merajalelanya Mafia Bola

12 Oktober 2025   16:07 Diperbarui: 12 Oktober 2025   16:07 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sisipagi.com by. albar

Pada hijaunya lapangan di Stadion itu, menggelora kebanggaan kita sebagai bangsa. Kenapa yang tersisa hanyalah kecewa?

Ada yang berbeda dari wajah sepak bola kita saat ini. Ya, kekalahan itu beruntun.

Bukan tawa kemenangan, tapi ekspresi kecewa yang tertahan. Saya menulis ini bukan sebagai pengamat teknis, bukan pula komentator yang hafal statistik, melainkan sebagai penggemar yang sudah terlalu sering dibuat patah hati oleh fenomena sepak bola tanah air.

Kita semua tahu, lolos ke Piala Dunia adalah mimpi panjang bangsa ini. Setiap kali ada kesempatan, eh harapan itu buru-buru terkubur. 

Anehnya saat harus menelan pil pahit: permainan yang kacau, strategi yang tak jelas, dan performa yang kehilangan ruh bermain. Ada semacam kelelahan kolektif yang terasa. Lelah secara bersamaan baik dari para pemain maupun para pendukungnya.

Energi dan Mentalitas Timnas 

Timnas kita seperti kehilangan bara. Bukan soal stamina semata, tapi mentalitasnya semakin rapuh. 

Padahal sepak bola tak hanya soal kaki dan bola, tapi juga soal semangat, harga diri, dan kebanggaan. Saya menyaksikan pertandingan terakhir dengan dada sesak, bukan karena kalah, tapi menyaksikan punggawa kita tanpa gairah. 

Kelelahan ini bukan datang tiba-tiba. Adanya ekspektasi yang tak realistis menumpuk jadi satu. Di tengah tekanan itu, pergantian pelatih justru dilakukan dengan tergesa. 

Patrick Kluivert datang, membawa nama besar tapi tanpa waktu cukup untuk memahami kultur sepak bola kita. Naasnya, kepergian Shin Tae-yong terasa seperti kehilangan sosok ayah untuk punggawa Timnas.

Aroma Politik Sepak Bola Kita

Politik di negeri sudah terlalu jauh masuk ke kamar ganti sepak bola. Pergantian pelatih yang terasa lebih "politis" daripada "strategis"menyisakan tanda tanya besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun