Mohon tunggu...
Albar Rahman
Albar Rahman Mohon Tunggu... Lecturer, Editor, Writer and Founder of sisipagi.com

Menulis dan membaca sejarah, penikmat kopi, pecinta budaya juga sastra. Kini menjadi suami siaga untuk nyonya tercinta sebagai pekerjaan tetap.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Robohnya Dinding Pesantren dan Duka Bersama

8 Oktober 2025   18:23 Diperbarui: 8 Oktober 2025   18:23 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di balik dinding pesantren dan santri  sedang menuntut ilmu, ada cerita tentang izin perlu evaluasi bersama. Sedihnya datang kabar nyawa menjadi korban. Namun kesemua ini jadi pelajaran berharga untuk masa-masa nanti. 

Santri dan seutas doa Kita 

Sebagai anak yang pernah merantau sekaligus menjadi santri kalong di Pesantren Krapyak hingga Mlangi di Jogja kala itu juga merupakan Mahasiswa. Bagi kami dunia pesantren adalah ajaran untuk hidup sederhana, menuntut ilmu dengan secangkir kopi pahit dari warung sekitar layaknya angkringan paling hangat.

Sebagai sesama santri  kabar dari Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, membuat dada kita sesak.  Awal Oktober ini, bangunan dua lantai di pondok itu ambruk. Lebih dari 60 santri meninggal dunia, sebagian besar masih remaja belasan tahun. Puluhan lainnya luka-luka, dan belasan dinyatakan hilang. Tim SAR sempat menghentikan pencarian setelah enam hari penuh reruntuhan.

Baca juga: Haha-Hehe Pancasila

Menjadi evaluasi memang bahwa mendirikan bangunan perlu izin dan lain hal. Kedepan kita perlu jadikan catatan untuk memperhatikan aspek perizinan hingga profesionalitas yang mengerjakannya.

Jangan lagi ada duka nantinya, santri dan kitab kuning harus nyatu dalam puing-puing bangunan. Semoga kesemuanya jadi saksi bisu perjuangan santri dan kita semua yang menyaksikan dari kejauhan turut mendoakan tanpa henti.

Fakta: 42.000 Pesantren, Hanya 50 yang Berizin

Kementerian Agama mencatat bahwa Indonesia memiliki lebih dari 42 ribu pesantren dengan total lebih dari 5 juta santri. Sebagian besar berdiri di atas tanah wakaf, hasil swadaya masyarakat, atau hibah tokoh lokal. 

Artinya, lebih dari 99% bangunan pesantren di Indonesia tidak memiliki sertifikat kelayakan konstruksi. Sebagian besar dibangun bertahap, menyesuaikan donasi dan tenaga yang tersedia. Bahkan ada pondok yang menggunakan bekas rumah pribadi, toko, atau bangunan darurat yang disulap menjadi asrama.

Kita tidak perlu saling menghakimi. Mari kita lihat betapa besar antusias dunia pesantren ingin mendidik generasi bangsa. Ini perlu apresiasi, biarlah kekurangan di sana-sini menjadi catatan tersendiri.

Nyatanya Pemerintah memang memiliki Undang-Undang Pesantren Nomor 18 Tahun 2019, tapi undang-undang itu lebih menyoroti aspek pendidikan, bukan infrastruktur fisik. Tidak ada mekanisme baku yang memastikan bangunan pesantren memenuhi standar keselamatan minimal.

Tanpa menyalahkan pihak manapun. Saatnya pemerintah dan dunia pesantren bergandeng tangan lebih erat dalam mencetak anak bangsa berjiwa kenegarawanan berbasiskan nilai luhur sebagai santri.

Bersahaja dan Relevan dengan tantangan Zaman 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun