Model PPS ini menekankan bahwa perlindungan santri bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal martabat dan keberlanjutan peradaban. Santri adalah aset bangsa yang harus dijaga dengan pendekatan multidimensi: teknis, sosial, dan spiritual. Negara tidak bisa bekerja sendiri, tetapi harus membangun ekosistem perlindungan yang melibatkan semua pihak.
Tragedi Al-Khoziny juga menunjukkan pentingnya literasi keselamatan di lingkungan pesantren. Banyak pengasuh dan santri yang belum memahami standar bangunan, evakuasi darurat, dan protokol kebencanaan. Pemerintah bisa menghadirkan pelatihan rutin, modul keselamatan berbasis agama, dan simulasi bencana sebagai bagian dari kurikulum pesantren.
Selain itu, perlu ada reformasi dalam mekanisme bantuan pesantren. Bantuan tidak boleh hanya berupa dana operasional, tetapi juga harus mencakup audit teknis, pendampingan konstruksi, dan pengawasan berkala. Pemerintah pusat dan daerah harus menyusun skema bantuan yang responsif terhadap kebutuhan riil pesantren, bukan sekadar formalitas administratif.
Media juga memiliki peran penting dalam mengangkat isu keselamatan santri. Tragedi Al-Khoziny harus menjadi momentum untuk mendorong liputan investigatif, advokasi kebijakan, dan kampanye publik tentang pentingnya perlindungan anak di lembaga pendidikan keagamaan. Tanpa tekanan publik, kebijakan sering kali berjalan lambat dan tidak berkelanjutan.
Akhirnya, tragedi ini harus menjadi titik balik dalam cara kita memandang pesantren. Ia bukan hanya ruang spiritual, tetapi juga ruang sosial yang harus dijaga dengan standar keselamatan yang tinggi. Negara harus hadir sebelum nyawa kembali melayang, bukan setelah korban jatuh. Kebijakan publik harus berpihak pada keselamatan, bukan sekadar pengakuan administratif.
Santri bukan warga kelas dua. Mereka berhak atas tempat belajar yang aman, layak, dan manusiawi. Tragedi Al-Khoziny harus menjadi titik balik, bukan sekadar headline sesaat. Jika negara terus abai, maka kita sedang membiarkan generasi penerus bangsa tumbuh dalam ruang pendidikan yang rapuh dan berisiko. Sudah waktunya kebijakan publik berpihak pada keselamatan, bukan sekadar simbol keagamaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI