Sosok Ustadzah Wan Putri Tania, S.Pd., M.Pd membuktikan bahwa peran seorang wali kelas jauh melampaui tugas administratif. Sebagai pengampu kelas 8 Asma' binti Abu Bakar di Madrasah Aliyah Al-Azhar Asy-Syarif Sumatera Utara (AAIBS), ia mengubah rutinitas 10 jam pendampingan santriwati (07.00-17.00) menjadi perjalanan transformasi karakter yang memukau. Bagaimana ia menjaga keseimbangan antara disiplin dan kehangatan? Apa rahasia di balik prestasi gemilang kelasnya? Simak kisah inspiratifnya dalam artikel eksklusif ini.
Makna Mendalam Menjadi Wali Kelas: Amanah di Atas Amanah
Bagi Ustadzah Wan Putri, menjadi wali kelas bukan sekadar profesi, melainkan amanah tujuh lapis. Ia menggambarkan perannya sebagai "penjaga 19 malaikat" yang harus dibentuk tidak hanya dalam aspek akademik, tapi juga spiritual dan emosional.
"Setiap hari bersama mereka adalah ladang ibadah sekaligus pengabdian. Saya merasa dititipkan amanah untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas, tapi juga berakhlakul karimah," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Filosofi ini tercermin dalam pendekatannya yang holistik. Ia tidak hanya memantau kehadiran atau nilai rapor, tapi juga memastikan setiap siswa di kelasnya memahami makna ikhlas dalam belajar, tawadhu dalam prestasi, dan amanah dalam tanggung jawab. Setiap pagi, ia memulai dengan doa bersama dan tilawah Al-Qur'an, menanamkan bahwa pendidikan adalah bagian dari ibadah.
Pendekatan ini menjadikan kelas 8 Asma' sebagai laboratorium karakter di mana nilai-nilai Islam tidak diajarkan secara teoretis, tapi dipraktikkan dalam interaksi sehari-hari. Dari cara murid menyapa teman hingga menyelesaikan tugas kelompok, semuanya mengalir dari pemahaman bahwa setiap tindakan adalah ibadah jika diniatkan karena Allah.
Membangun Ikatan Emosional: Senyum di Pagi, Disiplin di Siang
Salah satu tantangan terbesar seorang pendidik adalah menjaga keseimbangan antara menjadi figur disiplin dan teman dekat. Ustadzah Wan Putri memiliki formula unik: "Hadir dengan hati, teguh dengan aturan."
Setiap pagi, ia menyapa setiap siswa satu per satu, menanyakan kabar mereka, bahkan sesekali bercanda untuk mencairkan suasana. Namun saat bel dimulai, ia bertransformasi menjadi figur yang tegas namun adil. Santriwati tahu bahwa senyumnya di pagi hari tidak mengurangi ketegasannya saat menegakkan aturan.