Kenapa susah move on? Padahal di luar sana masih banyak yang lebih cantik, lebih solehah, lebih kaya, lebih pintar dan keturunan dari keluarga baik-baik. Kenapa? Entahlah. Cinta nyaris selalu berjalan menggilakan, menabrak hukum logika dan sedikit gila.
Coba ingat-ingat, ada berapa banyak kegilaan yang sudah kita lakukan? Membelikanya makanan saat tengah malam? Mengantarnya pulang pergi sukarela? Membelikanya pulsa? Membelikanya baju atau tas? Menemaninya belanja yang bagimu sangat membosankan. Lalu apa lagi? Masih banyak bukan?
Semuanya terjadi begitu gila dan lucu, namun kita sangat menikmati bahwa yang kita lakukan cukup pantas.
Bahkan sebagian dari kita pasti pernah disakiti oleh lelaki atau perempuan (pacar) namun memilih untuk tetap bertahan. Berharap semua bisa diperbaiki dan kembali dimulai dari awal. Sekali, dua kali bahkan ada yang berkali-kali. Sedemikian pantaskah sesuatu yang telah mencipta sakit, kemudian masih dipertahankan? Tak usah heran, memang banyak orang-orang yang lebih memilih untuk disakiti daripada ditinggalkan. Karena keputusan mengakhiri tidak pernah ada dalam kamus seseorang yang sedang mencinta. Bukankah ini gila?
Temanku bilang "kamu ga akan pernah tau kalau belum mengalaminya sendiri"
Bagiku, cinta adalah hipnotis jangka panjang. Perasaan nyaman dan emosional yang dibangun membuat seseorang enggan untuk melihat ke luar. Terlalu takut dan pengecut sampai tidak bisa berpikir logis. Tidak bisa berhitung matematis dan sebagainya. Berlindung di balik kata "setia".
Saya setuju saja jika kesetiaan dipelajari dengan tidak tertarik pada orang lain ketika sudah sepakat untuk beekomitmen. Namun ketika suatu hubungan berjalan kurang baik, masihkan setia bisa ditempatkan? Jika hugungan yang dijalani terasa berat dan lebih sering berseberangan, mungkin pasanganmu memang bukan dia.
Cinta yang tak pernah selesai dibahas itu telah berhasil menyesatkan banyak hati. Dari khalil gibran sampai mereka yang tidak mengenal aksara sama-sama mampu menjelaskan lebih banyak dari makna kata lainya. Sehingga memang tidak ada pengertian yang pas, dan semuanya kembali kepada masing-masing hati.
Pertanyaanya apakah kegilaan tersebut bisa dihentikan? Dalam arti benar-benar melepas masa lalu dan siap membuka hati pada orang-orang di masa depan? Jelas bisa. Namun mungkin tak akan mudah dijalani. Sebagian temanku malah seperti frustasi untuk mencoba lagi "mungkin tidak dalam waktu dekat" katanya.
Sebenarnya apa yang membuat ikatan emosional itu begitu lekat dan mengikat? Cenderung sulit move on.
1. Kenangan: bisa berarti tempat yang pernah dikunjungi, barang-barang hadiah ulang tahun, catatan puisi dan sebagainya. Memang kita tidak akan pernah bisa menghapus data otak seperti menghapus data pada sistem komputer, kalau begitu mari hapus sesuatu yang bisa dihanguskan. Benda nyata, termasuk sms, nomer hp, bbm, dan semua kontak media sosialnya.
Kalau ada yang berdalih sudah putus baik-baik bagaimana? Yang namanya putus ya putus. Baik atau tidak, sama sekali tidak mempengaruhi suasana kekecewaan hati.
2. Waktu bersama: ada yang 6 bulan, 1 tahun dan sebagainya. Kita sering kesulitan untuk memaafkan diri sendiri, memaafkan waktu yang telah dilalui denganya. Anggap saja durasi kebersamaan tersebut adaah sesuatu yang harus terjadi. Sebuah proses yang harus dilalui. Seperti terminal-terminal bus yang biasa kita lewati sebelum sampai di destinasi tujuan.
3. Beban sosial: bagi yang sudah terlanjur mendeklarasikan hubunganya, putus atau berpisah pasti mengundang banyak tanya dan diskusi di belakang. Kadang sifat dan sikap empati teman-teman membuat hati semakin tidak rela untuk melepaskanya kan? Tapi lupakanlah. Setiap orang punya jalanya sendiri, maka jalanilah. Dan besar kemungkinan masing-masing orang tidak sedang menuju tempat yang sama.
Pada akhirnya saya memang hanya bisa berteori. Kalau kenyataanya saya belum pernah kesulitan untuk move on (untuk urusan cinta) setelah kegagalan, mungkin sebab penerapan low expectation. Karena yang membuat kita sakit hati bukanlah kegagalan, tapi dalamnya harapan. Atau bisa jadi saya belum pernah benar-benar jatuh cinta, sehingga saat mereka begitu aaja menghilang saya ga akan mencari dan memikirkanya.
Orang bisa bilang yang saya lakukan (ga benar-benar mencinta) adalah kesalahan. Main-main, ga serius dan sebagainya. Namun terkadang kita memang perlu menerapkan sesuatu yang salah (menurutku: ga biasa) untuk meminimalisir daftar kecewa dalam hidup.
Meski begitu, saya bisa memahami bahwa move on bukanlah perkara sederhana, setidaknya bagi kebanyakan orang. Tapi semoga kita tidak terlalu larut sampai melewatkan banyak kesempatan dan tidak dapat melihat pribadi sempurna sedang mengintai menunggu kesempatan.
Mumpung masih Agustusan, Merdekaaa!!! (Dari galau)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI